29 April 2017

Suara itu... Memang Benar Kamu


Siapa sangka setelah menghilang dengan kabar yang membuatku sedikit terkejut, kami bertemu tanpa sengaja di tempat ini. Teman sekelas dengan senyuman khas dan suaranya yang lembut. Alasan minjam pulpen, menghapus, minta ajari pelajaran bahkan iseng tidak mengembalikan barang yang dipinjamnya membuatku hampir setiap hari harus berinteraksi dengannya.

Dia lumayan pupuler di antara gadis-gadis dikelas. Mungkin karena mereka berasal dari sekolah yang sama. Aku? Bisa dihitung dengan jari, hampir tiga per empat penghuni kelas berasal dari sekolah lain. Dia ketua kelas, masih teringat saat pemilihan ketua kelas teman-teman memilihnya dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak ikut mendukung.

Masa itu mungkin masa yang paling ku rindukan. Siapa sangka sosok pendiam yang selama ini ku jaga berubah menjadi sosok yang tegas dan pemarah. Hampir setiap anak laki-laki yang berulah dikelas kena omelan atau pukulanku. Aku tidak memiliki rasa iba pada mereka.

Dari awal aku sudah berniat untuk jutek, terlalu malas untuk terlibat diantara mereka yang tidak ku kenal. Bahkan dengan teman yang aku kenal, aku merasa seperti dimanfaatkan. Tugas kelompok adalah hal yang paling tidak ku suka. Mereka hanya berkumpul, pura-pura tidak bisa dan melimpahkan semuanya padaku. Ah.. aku hanya mengeluh dalam hati. Walau aku tidak tahu apakah yang sebenarnya mereka pikirkan namun aku menilainya demikian.

Kembali lagi ke ketua kelas. Dia lebih berisi dari terakhir kali ku lihat. Aku yang menegurnya terlebih dahulu. Hal yang jarang terjadi dan alasannya hanya satu karena aku penasaran. Aku melihatnya terasa tidak asing, ingin ku lihat lebih lama tapi tidak mungkin ku lakukan. Pandangan kami sempat bertemu namun ku langsung membuang muka. Ia lama melihatku, mungkin karena merasakan hal yang sama. Didetik-detik akhir pertemuan, aku akhirnya memutuskan bertanya.

"Nama kamu ...?" tanyaku.
"Iya, namaku ..., kamu ...?" jawabnya

Hanya anggukan dan aku langsung pergi meninggalkannya. Dalam perjalanan banyak hal yang berkecamuk di kepala ku. Semua kenangan tentangnnya kembali terlihat jelas. Dan fakta yang tak pernah ku sadari akhirnya terungkap.

Sekarang aku berangan, jika dulu ia tidak pergi akankah nasibnya seperti ini? Bagaimana jika dulu ia tidak tergoda dan tetap disampingku walau hanya sebatas teman? Akankah ia bersinar? Saat ku dengar lagi ternyata suara itu tetap sama, lembut dan penuh kehangatan.

Berjuanglah teman, kelak jika kita bertemu lagi. Ku harap ada perubahan besar darimu. Maaf aku tidak bisa lagi menjadi teman seperti dulu.

Babi yang lucu atau kucing buruk rupa?

"Bi tahu nya di bungkus ya, sekalian pencok nya juga"
"Iya neng"
Sambil menunggu pesanan mataku menuju jambu agung merah di atas meja. Ku ambil dan ku potong dengan perlahan sambil membersihkan dari semut-semut nakal. Dengan cacapan uyah sederhana namun berhasil mengingatkan ku akan masa lalu. Pohon jambu agung di depan rumah menjadi pohon kesayang, saat berbuah menjelma menjadi tempat nongkrong paling nyaman. Dengan buku ditangan kiri, jambu ditangan kanan dan angin lembut yang menemani.
Masih menunggu pesanan pencok yang belum kunjung selesai samar-samar ku dengar seorang ibu berbicara kepada temanya tentang kekecewaan atas menangnya calon B dalam Pilkada Ibukota. Ibu tersebut mendukung calon A karena bagus dalam memimpin dan terbukti. Ibu tersebut pun mengakhiri dengan pernyataan bahwa yang saat ini senang akan kemenangan calon B nanti juga akan kecewa.
Kurang lebih seperti itulah hal yang ku dengar, aku tidak bermaksud untuk menguping atau bagaimana tapi yang aku pahami tentang hal tersebut adalah pertama haram hukumnya bagi seorang muslim untuk memilih pemimpin kafir. Dan itu hal mutlak yang tidak dapat digangu gugat karena Allah lah yang mengatakannya yang tidak ada sedikitpun keraguan tentang-Nya.
Kedua jika kelak pemipin yang terpilih sekarang ternyata juga bukan pemimpin yang seperti diharapkan, maka bagiku itu hal yang wajar. Kenapa aku bilang seperti itu? Karena aturan-aturan dan orang-orang yang ada disekitar pemimpin saat ini mempunyai kepentingan masing-masing dan mungkin saja yang menjadi pemimpin pun juga memiliki kepentingan sendiri. Yang sejatinya tugas pemimpin adalah untuk mengayomi, melindungi dan melayani rakyat menjadi tergeser untuk 'balas budi' kepada mereka-mereka yang telah menjadikannya seorang pemimpin. Dan bisa jadi apa-apa yang dikampanyekan, yang terdengar seperti untuk kemakmuran rakyat ternyata adalah untuk kepentingan orang-orang tertentu. Maka wajar jika saat direalisasikan ternyata tidak sesuai harapan rakyat.
Maka dari itu memilih pemimpin muslim tidak cukup untuk memperbaiki keadaan masyarakat saat ini. Kita dibuat seolah tidak punya pilihan, pemimpin nonis yang baik atau muslim yang buruk. Artinya siapapun yang kita pilih pada akhirnya akan menyengsarakan masyarakat karena bukan dibuat dan dirancang untuk kepentingan semua orang.
Aku katakan muslim yang buruk hasil kesimpulan dari keadaan saat ini. Seperti dialog sebuah drama "Aku memilih keadilan tanpa kekuasaan bukan kekuasaan tanpa keadilan". Dimana saat orang-orang adil masuk ke ranah kekuasaan (hukum, politik) yang tidak berlandaskan kebenaran (islam) maka ia akan terjerumus dan berubah menjadi penguasa tanpa keadilan.
Mereka akan ditekan mulai dari kemiskinan, fitnah hingga nyawa. Saat kita lupa bahwa tujuan hidup hanya untuk Allah maka dengan mudah akidah tergadaikan. Jika orang miskin menggadaikan akidah untuk sesuap nasi, maka penguasa demi uang, nama dan jabatan.

Se-lucu-nya babi ia pasti HARAM
Se-buruk-nya kucing ia pasti HALAL
Pilih yang mana? Babi yang lucu atau kucing buruk rupa? Lebih baik kucing lucu kan :D

Tentang Saya

Foto saya
Memiliki nama asli Nur Halida, semoga Allah mengampuni dosanya. Dimulai dengan suka membaca didukung dengan kepribadian introvert, lebih mudah mengungkapkan apa yang dipikirkan lewat tulisan. "Suatu saat raga kan menghilang, tulisan yang kan jadi kenangan"

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.