Siapa sangka setelah menghilang dengan kabar yang membuatku sedikit terkejut, kami bertemu tanpa sengaja di tempat ini. Teman sekelas dengan senyuman khas dan suaranya yang lembut. Alasan minjam pulpen, menghapus, minta ajari pelajaran bahkan iseng tidak mengembalikan barang yang dipinjamnya membuatku hampir setiap hari harus berinteraksi dengannya.
Dia lumayan pupuler di antara gadis-gadis dikelas. Mungkin karena mereka berasal dari sekolah yang sama. Aku? Bisa dihitung dengan jari, hampir tiga per empat penghuni kelas berasal dari sekolah lain. Dia ketua kelas, masih teringat saat pemilihan ketua kelas teman-teman memilihnya dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak ikut mendukung.
Masa itu mungkin masa yang paling ku rindukan. Siapa sangka sosok pendiam yang selama ini ku jaga berubah menjadi sosok yang tegas dan pemarah. Hampir setiap anak laki-laki yang berulah dikelas kena omelan atau pukulanku. Aku tidak memiliki rasa iba pada mereka.
Dari awal aku sudah berniat untuk jutek, terlalu malas untuk terlibat diantara mereka yang tidak ku kenal. Bahkan dengan teman yang aku kenal, aku merasa seperti dimanfaatkan. Tugas kelompok adalah hal yang paling tidak ku suka. Mereka hanya berkumpul, pura-pura tidak bisa dan melimpahkan semuanya padaku. Ah.. aku hanya mengeluh dalam hati. Walau aku tidak tahu apakah yang sebenarnya mereka pikirkan namun aku menilainya demikian.
Kembali lagi ke ketua kelas. Dia lebih berisi dari terakhir kali ku lihat. Aku yang menegurnya terlebih dahulu. Hal yang jarang terjadi dan alasannya hanya satu karena aku penasaran. Aku melihatnya terasa tidak asing, ingin ku lihat lebih lama tapi tidak mungkin ku lakukan. Pandangan kami sempat bertemu namun ku langsung membuang muka. Ia lama melihatku, mungkin karena merasakan hal yang sama. Didetik-detik akhir pertemuan, aku akhirnya memutuskan bertanya.
"Nama kamu ...?" tanyaku.
"Iya, namaku ..., kamu ...?" jawabnya
Hanya anggukan dan aku langsung pergi meninggalkannya. Dalam perjalanan banyak hal yang berkecamuk di kepala ku. Semua kenangan tentangnnya kembali terlihat jelas. Dan fakta yang tak pernah ku sadari akhirnya terungkap.
Sekarang aku berangan, jika dulu ia tidak pergi akankah nasibnya seperti ini? Bagaimana jika dulu ia tidak tergoda dan tetap disampingku walau hanya sebatas teman? Akankah ia bersinar? Saat ku dengar lagi ternyata suara itu tetap sama, lembut dan penuh kehangatan.
Berjuanglah teman, kelak jika kita bertemu lagi. Ku harap ada perubahan besar darimu. Maaf aku tidak bisa lagi menjadi teman seperti dulu.