27 Mei 2018

Ta'lim Muta'allim - Hal Hal yang dapat Memperkuat Hafalan dan Melemahkannya

Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan ialah tekun atau rajin belajar, aktif mengurangi makan, salat malam dan membaca Al-Qur'an. Dikatakan, "Tidak ada yang lebih menambah kuatnya hafalan melebihi daripada membaca Al-Qur'an dan melihat pada mushaf." Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW., "Amalan umatku adalah membaca Al-Qur'an dengan melihat."

Syaddad bin Hakim pernah mimpi bertemu arwah sebagian temannya yang telah wafat, lalu dia bertanya, "Apakah yang kamu jumpai yang paling berguna?" Temannya menjawab, "Membaca Al-Qur'an dengan melihat."

Santri kalau mengangkat kitab hendaknya membaca doa, "Dengan menyebut nama Allah, Maha Suci Allah. Segala puji hanya bagi Allah. Allah Maha Besar. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan dari Allah Yang Maha Luhur dan Agung. Maha Perkasa, Maha Mulia. Sebanyak jumlah huruf yang ditulis dan yang akan ditulis sepanjang masa."

Dan setiap habis salat fardhu hendaknya berdoa, "Aku beriman kepada Allah Yang Maha Tunggal, Maha Esa, Allah Yang Hak tiada sekutu baginya dan aku tidak percaya kepada Tuhan selain Allah."

Santri harus banyak membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. Karena beliau adalah sebagai pembawa rahmat kepada alam semesta.

Imam Syafi'i berkata, "Kuadukan buruknya hafalanku kepada Waki'. Lalu beliau menyuruhku meninggalkan maksiat. Sesungguhnya kuatnya hafalan itu merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah, dan kuatnya hafalan itu tidak diberikan kepada orang yang sering berbuat maksiat."

Makan kundar (kemenyan) dicampur madu, dan makan dua puluh satu anggur merah setiap pagi sebelum makan apa-apa, juga dapat menguatkan hafalan, dan dapat menyembuhkan macam-macam penyakit. Dan apa saja yang dapat mengurangi dahak, bisa menguatkan hafalan. Dan apa yang menambah dahak itu menyebabkan lemahnya hafalan.

Adapun yang dapat merusak hafalan adalah banyak berbuat maksiat, banyak dosa, banyak susah, prihatin memikirkan urusan harta, dan terlalu banyak kerja.

Telah disebutkan pada pasal yang lalu bahwa orang yang berilmu tidak perlu pusing dengan urusan dunia. Karena hal itu membahayakan dan tidak berguna. Orang yang cemas dengan urusan dunia biasanya karena hatinya gelap. Orang yang selalu memikirkan urusan akhirat, hatinya bercahaya. Hal itu pengaruhnya akan terlihat di dalam salatnya.

Cemas dengan urusan dunia bisa menghalangi seseorang untuk berbuat baik. Sedang memikirkan urusan akhirat justru mendorong untuk beramal baik.

Mengerjakan salat dengan khusyu' dan menyibukkan diri untuk mencari ilmu dapat menghilangkan penderitaan dan kesusahan. Sebagaimana dikatakan Syaikh Nashr bin Hasan Al Marghinani kepada dirinya, "Mohonlah pertolongan wahai Nashr bin Hasan, di dalam setiap pengetahuan yang masih tersembunyi, itulah yang dapat mengusir gelisah, sedang selainnya tidak dapat dipercaya."

Syaikh Najmuddin Umar bin Muhammad Nasafi juga mengalunkan beberapa baik syair untuk menyinggung budak Ummu Walad miliknya: "Salam, buat orang yang memikatku dengan kecantikannya, dan mengkilatkan kedua pipinya, serta melirikkan matanya. Aku telah tertawan dan tergoda oleh seorang gadis yang manis. Akal pun bingung untuk mensifati pribadi orang itu. Tapi aku berkata, Tinggalkanlah aku dan maafkanlah aku. Karena aku telah terbuai atau sibuk menuntut ilmu dan mendalaminya."

Hal-hal yang menyebabkan cepat lupa ialah makan ketumbar basah, makan apel yang kecut, melihat orang yang dipancung, membaca tulisan di kuburan, melewati barisan unta, membuang ketombe hidup di tanah dan catuk (melukai di bagian tengkuk kepala untuk menghilangkan rasa pusing) di bagian liang tengkuk. Maka santri hendaknya meninggalkan semua itu karena bisa menyebabkan lupa.

26 Mei 2018

Ta'lim Muta'allim - Sikap Wara' dalam Menuntut Ilmu

Sebagian ulama meriwayatkan sebuah hadis, dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda, "Barangsiapa tidak berlaku wara' ketika belajar ilmu, maka dia akan diuji oleh Allah dengan salah satu dari tiga macam ujian, mati muda, ditempatkan bersama orang-orang bodoh, atau diuji menjadi pelayan pemerintah."

Santri yang bersifat wara' ilmunya lebih bermanfaat. Belajarnya lebih mudah. Termasuk sifat Wara' ialah menghindari rasa kenyang, banyak tidur, dan banyak bicara yang tidak berguna. Hindari makan makanan pasar kalau bisa. Karena makanan pasar itu dekat kepada najis dan kotor, ketika membuatnya jauh dari zikir kepada Allah, lebih dekat kepada kelalaian. Sebab mata orang-orang fakir itu memperhatikan makanan itu tapi mereka tak beruang, dan tidak mampu membeli. Mereka tentu menahan rasa sakit karena tidak terpenuhi keinginannya. Oleh karena itu makanan pasar itu hilang berkahnya.

Diceritakan bahwa Syaikh Al Jail Muhammad bin Fadhal ketika mengaji beliau tidak mau makan makanan pasar. Ayahnya yang tinggal di desa pada suatu hari datang ke tempatnya, pada hari Jumat. Kemudian beliau menyiapkan makanan untuk ayahnya. Ketika ayahnya masuk ke rumahnya, dia melihat ada sepotong roti pasar. Maka ayahnya tak mau berbicara dengannya karena murka.

"Makanan ini bukan saya yang membeli, karena saya tidak menyukainya. Tapi teman saya yang membawakannya" Alasan beliau kepada ayahnya, lalu ayahnya berkata, "Jika kamu mau berhati-hati dan hidup wara' tentu temanmu itu tidak membawa makanan itu."

Begitulah gaya hidup para ulama salaf. Mereka bersikap wara', oleh sebab itu mereka diberi keluasan ilmu dan diberi kekuasaan untuk menyebarkannya, sehingga nama mereka tetap dikenang sampai hari kiamat.

Salah seorang ahli fiqih yang zuhud berpesan kepada seorang pelajar, "Jauhkan diri dari membicarakan orang lain dan dari kumpul-kumpul bersama orang yang banyak bicara."

Beliau berkata pula, "Sungguh orang yang banyak bicara itu mencuri umurmu dan membuang-buang waktumu."

Termasuk wara' adalah menyingkir dari orang yang suka berbuat kerusakan dan maksiat serta senang menganggur. Karena bergaul dengan orang seperti itu bisa terpengaruh. Santri hendaknya menghadap kiblat ketika belajar untuk mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan hendaknya ia mengambil manfaat dari doa orang yang ahli berbuat baik dan hendaknya ia menghindari doa orang yang teraniaya.

Dikisahkan bahwa ada dua orang laki-laki pergi mengaji di tempat yang jauh. Kedua orang tersebut menuntut ilmu di tempat yang sama. Mereka selalu mengulang-ulang pelajarannya bersama-sama.

Setelah beberapa tahun mereka kembali ke daerahnya. Tapi yang satu pandai dan yang satunya tidak. Kemudian para ahli fiqih di daerah itu bertanya kepada dua orang itu tentang keberadaannya, cara belajarnya, dan cara duduknya ketika belajar. Lalu para ahli fiiqh itu mendapat berita bahwa orang yang pandai itu, ketika belajar ia menghadap kiblat dan menghadap ke kota dia menimba ilmu. Sedang temannya membelakangi kiblat ketika belajar, dan mukanya berpaling dari arah kota itu.

Maka para ulama dan fuqaha bersepakat bahwa orang yang pandai tersebut karena mendapat berkatnya menghadap kiblat. Karena menghadap kiblat ketika belajar hukumnya sunnah. Dan karena berkat doanya orang-orang Islam yang menghuni kota tersebut. Karena penduduk kota tersebut ahli ibadah, yang selalu mendoakan orang yang belajar ilmu agama di malam hari.

Oleh karena itu, seorang santri tidak boleh meremehkan adab sopan santun dan hal-hal yang hukumnya sunnah. Karena orang yang meremehkan adab, pasti dia terhalang hal-hal yang sunnah. Barangsiapa meremehkan ibadah-ibadah sunnah , maka dia pasti terhalang dari ibadah fardhu. Akibatnya dia bisa meremehkan ibadah fardhu. Dan orang yang meremehkan ibadah fardhu tentu terhalang dari urusan akhirat. Begitu menurut hadis Rasulullah SAW.

Seorang santri harus memperbanyak salat. Harus khusyu' ketika melakukan salat. Karena hal itu dapat membantu memperoleh ilmu dan belajar.

Syaikh Najmuddin Umar bin Muhammad Nasafi, berkata dalam syairnya: "Kamu adalah orang yang menjaga perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Dan orang yang menjaga dan aktif mengerjakan salat. Tuntutlah ilmu agama. Syara'. Giatlah mempelajarinya sambil memohon pertolongan melalui amalan yang baik, niscaya kamu menjadi orang ahli ilmu agama. memohonlah kepada Tuhanmu agar hafalanmu diperlihara dari kelupaan oleh-Nya. Karena kamu orang yang suka akan anugerah-Nya. Allah adalah sebaik-baik Zat yang memelihara."

Beliau juga berkata, "Taatlah kalian kepada Allah dan bersemangatlah, jangan bermalas-malasan. Karena kalian pasti akan kembali kepada-Nya, jangan hanya tidur karena sebaik-baik makhluk adalah orang yang sedikit tidurnya."

Seorang pelajar harus selalu membawa buku setiap waktu, untuk ditelaah. Dikatakan, "Barangsiapa yang tidak ada buku disakunya, maka tidaklah melekat hikmah dalam hatinya."

Pelajar harus mencatat di bukunya apa yang didengar dari gurunya.

5 Mei 2018

Ta'lim Muta'allim - Mencari Tambahan Ilmu

Para santri harus menambah ilmu setiap hari agar dapat kemuliaan. Harus selalu membawa buku dan pulpen, untuk menulis ilmu yang bermanfaat yang ia dengar setiap saat. Karena ilmu yang dihafal suatu ketika bisa lupa. Sedang ilmu yang ditulis akan tetap abadi. Ada yang berkata, "Ilmu itu sesuatu yang diambil dari mulut orang-orang pandai karena mereka itu menghafal sebaik-baik yang mereka dengar. Dan mengatakan sebaik-baik yang mereka hafal."

Hilal bin Yasar berkata, bahwa Nabi SAW. pernah bersabda kepada para sahabatnya tentang ilmu dan hikmah. Lalu aku berkata, "Ya Rasul, sudilah tuan mengulangi apa yang tuan katakan kepada kami?" Kemudian Nabi SAW. bersabda, "Apakah kamu membawa tinta?" Aku menjawab, "Saya tidak."

Nabi berkata, "Ya Hilal, janganlah kamu meninggalkan wadah tinta. Karena kebaikan itu ada padanya, dan pada orang yang memilikinya hingga kiamat."

Shadru Syahid Husam berpesan kepada putranya, Syamsuddin, supaya menghafal sedikit ilmu pengetahuan dan hikmah setiap hari. Karena sesuatu yang banyak itu dimulai dari sedikit.

Isham bin yusuf pernah membeli pena seharga satu dinar untuk menulis apa yang ia dengar waktu mengaji. Karena dia sudah tahu bahwa umur manusia itu pendek, sedang ilmu amat banyak.

Oleh karena itu dia tidak mau menyia-nyiakan waktu sesaat pun. Dia gunakan waktu malam untuk mendalami ilmu agama.

Yahya bin Mu'adz Ar-Razi berkata, "Malm itu amat panjang, maka jangan kamu habiskan untuk tidur. Siang hari itu terang benderang, maka jangan kamu redupkan dengan dosa-dosamu."

Santri harus bisa memanfaatkan kesempatan bersama para ulama.Gunakan untuk menimba pengetahuan dari mereka. Karena kesempatan yang baik apabila telah hilang, tidak akan dijumpai lagi, sebagaimana yang dikatakan Ustadz Syaikhul Islam dalam kitab Masyihatnya, "Banyak sekali guru besar yang luas ilmu dan keutamaannya yang pernah aku jumpai, namun aku tak memperoleh kebaikan dari mereka." Atas keteledoran ini, aku gubah sebuah syair, "Oh.. Sungguh aku menyesal dengan segala penyesalan atas kelengahan. Setiap sesuatu yang telah hilang tak akan bisa dijumpai lagi." Sayidina Ali ra. berkata, "Bila kamu berada dalam satu urusan makan tetaplah di dalamnya. Kehinaan dan kerugian itu akibat berpaling dari ilmu Allah. Maka berlindunglah kepada Allah darinya pada malam dan siang hari."

Para penuntut ilmu harus tahan menanggung penderitaan dan kehinaan ketika mencari ilmu. Tamalluq (mencilat atau mencari muka) itu tercela kecuali dalam urusan menuntut ilmu. Karena menuntut ilmu itu tidak bisa terpisah dari guru, teman-teman belajar, dan sebagainya.

Ada yang berkata, "Ilmu itu luhur; tiada hina padanya. Namun ilmu tak bisa didapat kecuali dengan merendah." Penyair berkata, "Aku tahu kamu bernafsu ingin menjadi orang mulia. Namun kamu tak akan menperoleh kemuliaan selama kamu tidak  menghinakan diri sendiri."

Tentang Saya

Foto saya
Memiliki nama asli Nur Halida, semoga Allah mengampuni dosanya. Dimulai dengan suka membaca didukung dengan kepribadian introvert, lebih mudah mengungkapkan apa yang dipikirkan lewat tulisan. "Suatu saat raga kan menghilang, tulisan yang kan jadi kenangan"

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.