31 Juli 2017

Adab Menuntut Ilmu

Pernahkah kalian merasa sedih, kacau, bingung sampai ingin menangis saat mempelajari sesuatu? Mungkin ada yang mengatakan pernah dan mungkin ada juga yang mengatakan lebai. Sedikit berbagi pengalaman, hari ini adalah hari pertama pelajaran adab menuntut ilmu. Bagi kalian yang pernah ikut pengajian di masjid, mushola, atau pengajian ibu-ibu pasti pernah mendengar tetang pentingnya adab dalam menuntut ilmu.

Orang tua aku sendiri sering mengatakan anak jaman sekarang ‘tidak punya adab’ tidak seperti jaman dulu orang yang belajar pasti menjaga sekali dengan adab. Kadang kalau sudah diingatkan seperti ini didalam hati sangat kesal padahal apa yang dikatakan beliau gak salah. Maafkan anakmu ini Bapa.

Yang membuat ingin menangis itu karena ustadz nya membaca dengan cepat dan kitab yang digunakan full berbahasa arab. Masya Allah, cuma pernah belajar bahasa arab saat SMA dan juga gak begitu ngerti. Jadi saat ustadz menjelaskan itu dalam hati ngomong “ni ustadz baca yang mana?, kok gak dapat-dapat kalimat yang beliau baca, terus cepat banget.. apa yang harus ditulis ya?” tanya teman di samping, dia juga gak tahu. Tengok belakang barulah tahu kalimat mana yang dibaca. Dan akhirnya sama sekali gak fokus.

Namun hal yang paling di ingat adalah bahwa adab itu sangat penting di dalam menuntut ilmu. Seperti ulama-ulama zaman dulu yang belajar adab bertahun-tahun karena adab itu praktek yang harus dibiasakan, dan memang harus dipelajari bertahun-tahun agar melekat.

Setelah searching di google, Alhamdulillah dapat terjemahannya, aku ngambil di sini. Adab menuntut ilmu yang kami pelajari oleh Ustadz Fadlan Hidayat, menggunakan kitab Ta’lim Muta’allim karangan Syekh Az-Zarnuji. Beliau bermadzhab Hanafi. Yang terdiri dari 13 pasal, yaitu:
  1. Menerangkan hakekat ilmu, hukum mencari ilmu dan keutamaannya.
  2. Niat dalam mencari ilmu.
  3. Cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan.
  4. Cara menghormati ilmu dan guru.
  5. Kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-cita yang luhur.
  6. Ukuran dan urutannya.
  7. Tawakal.
  8. Waktu belajar ilmu.
  9. Saling mengasihi dan saling menasehati.
  10. Mencari tambahan ilmu pengetahuan.
  11. Bersikap wara’ ketika menuntut ilmu.
  12. Hal-hal yang dapat menguatkan hapalan dan yang melemahkannya.
  13. Hal-hal yang mempermudah datangnya rizki, hal-hal yang dapat memperpanjang dan mengurangi umur.

Semoga bermanfaat ^^

19 Juli 2017

Cerita Eneng

“Berat ya?”
“Ya iya lah berat neng, tong sebesar ini juga”
“Yah maaf atuh pa, kan emang tugas bapak. Mau dibantu pak?”
“Emangnya eneng mah bisa bantu apa?”
“Bantu doa aja pa, biar bapak semangat kerjanya”
“Wah kalau gitu mah sekalian doain juga biar bapa semangat kejar cinta eneng”
“Yah bapak, cinta eneng mah udah ada yang punya”
“Saha atuh?”
“Tuh akang yang dari tadi melototin bapak”
“Astagfirullah, maaf atuh kang. Bapak cuma becanda”

“Lain kali jangan gitu lagi neng, akang gak suka”
“kan Cuma becanda atuh kang, serius wae”
“tetap gak boleh neng, itu mah namanya memancing”
“mancing ikan?”
“eneng?”
“iya maaf akang sayang, makasih sudah di ingetin. Nanti tegur lagi ya enengnya”
“No comment deh akang, ayo cepat pulang”

Aku yang masih kekanakan dan dia yang dewasa menjadi pelengkap dalam hidupku. Aku bawel dia diam, aku marah dia diam, giliran aku diam malah dia yang bawel. Hal yang menyenang kan dan aku sangat beruntung memiliki teman hidup seperti dirinya. Walau terlihat manis bukan pula kami tidak pernah bertengkar, kami sering mengalami perbedaan pendapat. Ego yang sama-sama tinggi kadang diakhiri dengan aksi saling diam. Tidur pun beda kamar. Bukannya apa-apa, kami hanya perlu memikirkan hal apa yang membuat kami marah dan merenungkannya.

Kami tidak saling mengenal maka bagiku wajar saja bila hal semacam itu terjadi, perlu proses pikirku. Saat dia meminta maaf duluan saat itu pula amarah berganti sayang. Dia yang selalu membolak-balikkan hati ku. Dia.. Akang.. suami ku tercinta.

-Selesai-

18 Juli 2017

Rasa yang Terbiasa

Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta kepadaku...
Beri sedikit waktu biar cinta datang karena telah terbiasa.. 

Lirik lagu yang mengungkapkan bahwa kita tuh sebenarnya bisa suka sama orang lain karena faktor biasa. Yupzz... Karena terbiasa melihatnya setiap hari, biasa bawel, biasa ngomong, dan biasa minta bantuan tanpa sadar membuat kita menyukainya.

Kata orang cinta itu nggak bisa dipaksa tapi menurut ku itu hanya karena ego saja. Banyak kok pasangan suami istri yang menikah bukan berlandaskan rasa suka yang menggebu, mereka hanya sekedar tahu dan kata 'baik', 'mapan (bekerja)' menjadi kuncinya.

Pada akhirnya mereka memiliki anak dan rukun sampai sekarang. Sebagai kisah nyatanya, ada nih kisah kakak sepupu dari ayah. Debut saja Mbak Eni. Nah Mbak Eni sedang liburan ke kampung ku entah hanya sekedar liburan atau pergi karena takut dijodohkan sama orangtuanya. Setelah satu bulan di tempatku, Mbak Eni ditelpon sama ayahnya dan disuruh pulang katanya sih karena ada kerjaan yang cocok buat Mbak Eni. Dan ia memutuskan balik ke rumah.

Tak lama kemudian Bapak bilang kalau Mbak Eni mau nikah, yang ku dengar kalau si Mbak di nikahkan sama anak kenalan orangtuanya. Awalnya si Mbak Eni ogah dan bilang nggak mau tapi karena nggak mau membantah orangtua akhirnya ia mau.

Beberapa bulan telah berlalu, ternyata Mbak Eni Hamil... What? Hamil? Katanya nggak suka kok bisa hamil? Itulah kehidupan... Menyukai orang lain itu tidak sesulit yang dibayangkan. Ikatan suci membuat mereka harus hidup bersama walau tidak saling mengenal.

Ikatan suci yaitu pernikahan membuat dua orang insan saling mempercayai karena yakin ikatan itu tidak akan pernah putus.  Dan dengan berjalannya waktu mereka akan saling menjaga, menyayangi, dan tidak bisa dipisahkan dan terlebih lagi proses saling mengenal yang dilindungi ikatan pernikahan tidak akan menyakiti kedua insan tersebut...

Cerpen - Awan

Sama seperti hari-hari kemarin, ia duduk di pondok pelakang rumah. Sebuah pondok ditepi pantai tempat nelayan mengumpulkan ikan yang didapat saat pagi hari. Pandangannya lurus kedepan, kosong tanpa harapan ditemani nyanyian ombak, tiupan angin dan matahari yang memancarkan kebahagiaan.

Sebulan telah berlalu sebentar lagi ia akan kembali ke tempatnya. Pernah suatu kali ku ajak ia naik perahu, seperti biasa ia menanggapi dengan anggukan. Hanya “iya”, “tidak” atau jawaban seperlunya yang ia keluarkan, itu sebabnya orang-orang mengenalnya seorang yang pendiam. Cukup lama ku mengenalnya, ia seseorang yang ceria setidaknya saat ia bersama teman-temannya.

Dia bukan orang yang populer itulah anggapannya. Namun ku yakin hampir satu kampus mengenalnya, setidaknya wajahnya. Aku selalu memperhatikannya, aku hanya suka melihatnya. Semakin lama ku memperhatikannya membuatku tersadar bahwa sikapnya selalu berubah-ubah. Hampir semua sifat ia punya, namun yang paling dominan adalah ketidakpeduliannya terhadap dirinya sendiri.

Ku tahu sekarang ia punya masalah, masalahnya satu yaitu ia tidak bisa kembali tepatnya tidak berusaha untuk kembali ke dirinya yang dulu. Ia sekarang lebih pendiam. Ia senang bernyanyi, mendengangkan musik, nonton drama dan banyak mengahabiskan waktu untuk hal-hal seperti itu. Aku tahu ia adalah seseorang yang suka tantangan, semakin sulit maka ia semakin tertantang. Suka semua jenis olahraga, pelajaran metematika adalah favoritnya.

Dan permasalahan terbesarnya adalah ia sekarang tidak memiliki hal yang dianggapnya menarik untuk dilakukan. Aku berpikir kenapa ia tidak mencoba mengeluarkan semua unek-unek yang ada dikepalanya lewat tulisan. Ah aku hampir lupa kalau ia sedikit perfect atau tidak percaya diri? Setidaknya saat ini ada dua orang yang benar-benar mendukungnya untuk menulis. Dan keduanya adalah gurunya.

Aku jadi teringat kalau ia memiliki sedikit perbedaan dalam menyukai orang, jika kita sering menyukai orang yang tidak pemarah maka ia tidak. Ia lebih suka guru killer, karena ia akan merasa tertantang untuk membuat guru tersebut menyukainya setidaknya mengenalnya. Namun ia sangat tidak suka dengan orang yang mengatakan kata-kata kasar.

Terakhir kali kami bertemu, ia berkata “Jika waktu bisa dikembalikan maka aku ingin kembali saat aku baru masuk SMA, namun aku hanya seorang egois yang merasa bosan dengan saat ini. Karena jika aku kembali ke masa yang aku inginkan maka orang lain mungkin akan kembali ke masa terpuruknya. Dan akhirnya ku mengerti sebuah papan yang tertancap paku walau akhirnya paku dilepas papan tidak akan kembali seperti semula. Yang bisa dilakukan adalah mengganti papannya. Namun kehidupan tidak bisa diganti karena hanya ada sekali yaitu saat ini dan itu adalah kehidupanku.”

“Kebosanan adalah dampak dari otak yang enggan berpikir yang disebabkan oleh kemalasan. Rasa bosan yang dialami dalam waktu panjang akan membuat tubuh diam dan akhirnya beku serta sulit bergerak. Sedikit demi sedikit penyakit bermunculan dan akhirnya kematianpun menjemput. Yang kita yakini kematian adalah takdir namun cara kita mati, kita sendiri yang menentukan”, lanjutnya lagi.

Ia memang tidak terduga. Sama seperti saat ini, melambaikan tangan tanda ia ingin aku mendatanginya. Ku langkahkan kaki mengabaikan sengatan pasir yang panas, terus melihatnya yang menungguku sambil tersenyum.

“Ada apa?” tanyaku setiap kali kami bertemu.

“Hanya menyapa” tawanya.

“Kau tak bosan kah? Setiap kali ku lihat kau hanya memandangi hal yang sama” ceplosku.

“Dan kau pun tak pernah bosan melihatku Wan” ejeknya. “Kau tahu awan selalu bergerak tanpa lelah, berkumpul dan menggabungkan bebannya. Jika bebannya terlalu berat dengan mudah ia melepasnya. Andaikan aku jadi awan pasti enak ya”

“Jika kau jadi awan aku akan jadi langit yang melindungimu Na”

“Jika kau jadi langit, kita tidak bisa menyatu. Jadi bagaimana caraku untuk melepaskan beban ini?”

“Kau selalu saja bercanda Na” sesalku.

“Tameng yang bagus untuk menahannya Wan, kisahku tidak seperti drama yang bisa menunggu. Kau tahu itu tapi tidak melakukan apa-apa” ucapnya datar. Sejenak kami sama-sama diam.

“Maaf” ucapku kemudian, satu kata yang tidak berdampak apa-apa.

“Kau tak punya salah, kenapa meminta maaf. Besok aku akan pulang, cukup sampai disini dan kau bisa berhenti melihatku Wan. Kita cukup dewasa untuk mengerti itu sebabnya aku selalu menahan diri dan mengabaikanmu. Selamat tinggal Nawan” ia langsung pulang setelah mengatakannya tanpa melihatku. Pikiranku berkecamuk, inginkan ia tetap disini namun tidak berani menggenggamnya sampai akhir.

Aku terlambat satu hari. Kenyataan yang membuatku menikmati hidangan ini dengan penyesalan. Ku lihat Reyhan yang sangat bahagia dihari pernikahannya, begitupun dengan Hana pikirku. Hijab yang membatasi perempuan dan laki-laki membuatku tidak bisa melihatnya. Reyhan sahabat terbaik dan terhebat yang ku miliki, ialah yang tidak pernah lelah mendengarkan dan menasihatiku. Aku tidak pernah tahu bahwa kami menyukai orang yang sama karena aku tidak pernah menyebut nama Hana, begitupun sebaliknya. Kau orang yang beruntung Rey benakku.

-Selesai-

Epilog

“Kau tahu awan selalu bergerak tanpa lelah, berkumpul dan menggabungkan bebannya. Jika bebannya terlalu berat dengan mudah ia melepasnya. Andaikan aku jadi awan pasti enak ya”

“Jika kau jadi awan aku akan jadi langit yang melindungimu Na”

Kau ingin menjadi awan karenaku, tapi aku memilih menjadi langit karena keraguanku.


Penulis: Halida Lee

Tentang Saya

Foto saya
Memiliki nama asli Nur Halida, semoga Allah mengampuni dosanya. Dimulai dengan suka membaca didukung dengan kepribadian introvert, lebih mudah mengungkapkan apa yang dipikirkan lewat tulisan. "Suatu saat raga kan menghilang, tulisan yang kan jadi kenangan"

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.