11 Agustus 2018

Wanita dalam Pergumulan Syariat dan Hukum Konvensional - Pengantar Kuliah

Wanita dalam Pergumulan Syariat dan Hukum Konvensional. Salah satu koleksi buku yang aku beli dari Ustadz Abduh. Buku ini ditulis oleh Dr. Musthafa As-Shiba'i. Dalam Mukaddimah Penulis, beliau mengatakan bahwa buku ini adalah materi kuliah yang beliau sampaikan di Universitas Damaskus antara tahun ajaran 1961/1961. Dalam menulis buku ini posisi beliau layaknya pengacara yang menuntut penegakan kebenaran dan membelanya, karenanya beliau memperbanyak bukti supaya "pengadilan" semakin menerima laporan beliau.

Hal menarik yang aku simpulkan dari Pengantar Kuliah beliau adalah pertama, masalah wanita merupakan masalah setiap masyarakat. Masalah mereka adalah masalah 'perasaan' yang terindah dalam masyarakat, namun yang paling sulit dipecahkan.

Kedua, beliau ada membahas tentang karakter, propaganda, sahabat, sekelompok orang yang disebut "teman-teman wanita" dan musuh. Orang-orang bijak kita tempo dulu berkata, "Temanmu adalah orang yang jujur kepadamu, bukan orang yang [hanya] membenarkanmu."

Terakhir sebagai penutup beliau menuliskan, "Kemuliaan manusia erat kaitannya dengan kebebasannya dalam berpikir dan mengungkapkan pemikiran. Yang menakutkan adalah ketika diam dari kebenaran, berjalan dalam kesalahan dan mengikuti arus".

27 Mei 2018

Ta'lim Muta'allim - Hal Hal yang dapat Memperkuat Hafalan dan Melemahkannya

Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan ialah tekun atau rajin belajar, aktif mengurangi makan, salat malam dan membaca Al-Qur'an. Dikatakan, "Tidak ada yang lebih menambah kuatnya hafalan melebihi daripada membaca Al-Qur'an dan melihat pada mushaf." Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW., "Amalan umatku adalah membaca Al-Qur'an dengan melihat."

Syaddad bin Hakim pernah mimpi bertemu arwah sebagian temannya yang telah wafat, lalu dia bertanya, "Apakah yang kamu jumpai yang paling berguna?" Temannya menjawab, "Membaca Al-Qur'an dengan melihat."

Santri kalau mengangkat kitab hendaknya membaca doa, "Dengan menyebut nama Allah, Maha Suci Allah. Segala puji hanya bagi Allah. Allah Maha Besar. Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan dari Allah Yang Maha Luhur dan Agung. Maha Perkasa, Maha Mulia. Sebanyak jumlah huruf yang ditulis dan yang akan ditulis sepanjang masa."

Dan setiap habis salat fardhu hendaknya berdoa, "Aku beriman kepada Allah Yang Maha Tunggal, Maha Esa, Allah Yang Hak tiada sekutu baginya dan aku tidak percaya kepada Tuhan selain Allah."

Santri harus banyak membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. Karena beliau adalah sebagai pembawa rahmat kepada alam semesta.

Imam Syafi'i berkata, "Kuadukan buruknya hafalanku kepada Waki'. Lalu beliau menyuruhku meninggalkan maksiat. Sesungguhnya kuatnya hafalan itu merupakan keutamaan yang diberikan oleh Allah, dan kuatnya hafalan itu tidak diberikan kepada orang yang sering berbuat maksiat."

Makan kundar (kemenyan) dicampur madu, dan makan dua puluh satu anggur merah setiap pagi sebelum makan apa-apa, juga dapat menguatkan hafalan, dan dapat menyembuhkan macam-macam penyakit. Dan apa saja yang dapat mengurangi dahak, bisa menguatkan hafalan. Dan apa yang menambah dahak itu menyebabkan lemahnya hafalan.

Adapun yang dapat merusak hafalan adalah banyak berbuat maksiat, banyak dosa, banyak susah, prihatin memikirkan urusan harta, dan terlalu banyak kerja.

Telah disebutkan pada pasal yang lalu bahwa orang yang berilmu tidak perlu pusing dengan urusan dunia. Karena hal itu membahayakan dan tidak berguna. Orang yang cemas dengan urusan dunia biasanya karena hatinya gelap. Orang yang selalu memikirkan urusan akhirat, hatinya bercahaya. Hal itu pengaruhnya akan terlihat di dalam salatnya.

Cemas dengan urusan dunia bisa menghalangi seseorang untuk berbuat baik. Sedang memikirkan urusan akhirat justru mendorong untuk beramal baik.

Mengerjakan salat dengan khusyu' dan menyibukkan diri untuk mencari ilmu dapat menghilangkan penderitaan dan kesusahan. Sebagaimana dikatakan Syaikh Nashr bin Hasan Al Marghinani kepada dirinya, "Mohonlah pertolongan wahai Nashr bin Hasan, di dalam setiap pengetahuan yang masih tersembunyi, itulah yang dapat mengusir gelisah, sedang selainnya tidak dapat dipercaya."

Syaikh Najmuddin Umar bin Muhammad Nasafi juga mengalunkan beberapa baik syair untuk menyinggung budak Ummu Walad miliknya: "Salam, buat orang yang memikatku dengan kecantikannya, dan mengkilatkan kedua pipinya, serta melirikkan matanya. Aku telah tertawan dan tergoda oleh seorang gadis yang manis. Akal pun bingung untuk mensifati pribadi orang itu. Tapi aku berkata, Tinggalkanlah aku dan maafkanlah aku. Karena aku telah terbuai atau sibuk menuntut ilmu dan mendalaminya."

Hal-hal yang menyebabkan cepat lupa ialah makan ketumbar basah, makan apel yang kecut, melihat orang yang dipancung, membaca tulisan di kuburan, melewati barisan unta, membuang ketombe hidup di tanah dan catuk (melukai di bagian tengkuk kepala untuk menghilangkan rasa pusing) di bagian liang tengkuk. Maka santri hendaknya meninggalkan semua itu karena bisa menyebabkan lupa.

26 Mei 2018

Ta'lim Muta'allim - Sikap Wara' dalam Menuntut Ilmu

Sebagian ulama meriwayatkan sebuah hadis, dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda, "Barangsiapa tidak berlaku wara' ketika belajar ilmu, maka dia akan diuji oleh Allah dengan salah satu dari tiga macam ujian, mati muda, ditempatkan bersama orang-orang bodoh, atau diuji menjadi pelayan pemerintah."

Santri yang bersifat wara' ilmunya lebih bermanfaat. Belajarnya lebih mudah. Termasuk sifat Wara' ialah menghindari rasa kenyang, banyak tidur, dan banyak bicara yang tidak berguna. Hindari makan makanan pasar kalau bisa. Karena makanan pasar itu dekat kepada najis dan kotor, ketika membuatnya jauh dari zikir kepada Allah, lebih dekat kepada kelalaian. Sebab mata orang-orang fakir itu memperhatikan makanan itu tapi mereka tak beruang, dan tidak mampu membeli. Mereka tentu menahan rasa sakit karena tidak terpenuhi keinginannya. Oleh karena itu makanan pasar itu hilang berkahnya.

Diceritakan bahwa Syaikh Al Jail Muhammad bin Fadhal ketika mengaji beliau tidak mau makan makanan pasar. Ayahnya yang tinggal di desa pada suatu hari datang ke tempatnya, pada hari Jumat. Kemudian beliau menyiapkan makanan untuk ayahnya. Ketika ayahnya masuk ke rumahnya, dia melihat ada sepotong roti pasar. Maka ayahnya tak mau berbicara dengannya karena murka.

"Makanan ini bukan saya yang membeli, karena saya tidak menyukainya. Tapi teman saya yang membawakannya" Alasan beliau kepada ayahnya, lalu ayahnya berkata, "Jika kamu mau berhati-hati dan hidup wara' tentu temanmu itu tidak membawa makanan itu."

Begitulah gaya hidup para ulama salaf. Mereka bersikap wara', oleh sebab itu mereka diberi keluasan ilmu dan diberi kekuasaan untuk menyebarkannya, sehingga nama mereka tetap dikenang sampai hari kiamat.

Salah seorang ahli fiqih yang zuhud berpesan kepada seorang pelajar, "Jauhkan diri dari membicarakan orang lain dan dari kumpul-kumpul bersama orang yang banyak bicara."

Beliau berkata pula, "Sungguh orang yang banyak bicara itu mencuri umurmu dan membuang-buang waktumu."

Termasuk wara' adalah menyingkir dari orang yang suka berbuat kerusakan dan maksiat serta senang menganggur. Karena bergaul dengan orang seperti itu bisa terpengaruh. Santri hendaknya menghadap kiblat ketika belajar untuk mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan hendaknya ia mengambil manfaat dari doa orang yang ahli berbuat baik dan hendaknya ia menghindari doa orang yang teraniaya.

Dikisahkan bahwa ada dua orang laki-laki pergi mengaji di tempat yang jauh. Kedua orang tersebut menuntut ilmu di tempat yang sama. Mereka selalu mengulang-ulang pelajarannya bersama-sama.

Setelah beberapa tahun mereka kembali ke daerahnya. Tapi yang satu pandai dan yang satunya tidak. Kemudian para ahli fiqih di daerah itu bertanya kepada dua orang itu tentang keberadaannya, cara belajarnya, dan cara duduknya ketika belajar. Lalu para ahli fiiqh itu mendapat berita bahwa orang yang pandai itu, ketika belajar ia menghadap kiblat dan menghadap ke kota dia menimba ilmu. Sedang temannya membelakangi kiblat ketika belajar, dan mukanya berpaling dari arah kota itu.

Maka para ulama dan fuqaha bersepakat bahwa orang yang pandai tersebut karena mendapat berkatnya menghadap kiblat. Karena menghadap kiblat ketika belajar hukumnya sunnah. Dan karena berkat doanya orang-orang Islam yang menghuni kota tersebut. Karena penduduk kota tersebut ahli ibadah, yang selalu mendoakan orang yang belajar ilmu agama di malam hari.

Oleh karena itu, seorang santri tidak boleh meremehkan adab sopan santun dan hal-hal yang hukumnya sunnah. Karena orang yang meremehkan adab, pasti dia terhalang hal-hal yang sunnah. Barangsiapa meremehkan ibadah-ibadah sunnah , maka dia pasti terhalang dari ibadah fardhu. Akibatnya dia bisa meremehkan ibadah fardhu. Dan orang yang meremehkan ibadah fardhu tentu terhalang dari urusan akhirat. Begitu menurut hadis Rasulullah SAW.

Seorang santri harus memperbanyak salat. Harus khusyu' ketika melakukan salat. Karena hal itu dapat membantu memperoleh ilmu dan belajar.

Syaikh Najmuddin Umar bin Muhammad Nasafi, berkata dalam syairnya: "Kamu adalah orang yang menjaga perintah-perintah dan larangan-larangan Allah. Dan orang yang menjaga dan aktif mengerjakan salat. Tuntutlah ilmu agama. Syara'. Giatlah mempelajarinya sambil memohon pertolongan melalui amalan yang baik, niscaya kamu menjadi orang ahli ilmu agama. memohonlah kepada Tuhanmu agar hafalanmu diperlihara dari kelupaan oleh-Nya. Karena kamu orang yang suka akan anugerah-Nya. Allah adalah sebaik-baik Zat yang memelihara."

Beliau juga berkata, "Taatlah kalian kepada Allah dan bersemangatlah, jangan bermalas-malasan. Karena kalian pasti akan kembali kepada-Nya, jangan hanya tidur karena sebaik-baik makhluk adalah orang yang sedikit tidurnya."

Seorang pelajar harus selalu membawa buku setiap waktu, untuk ditelaah. Dikatakan, "Barangsiapa yang tidak ada buku disakunya, maka tidaklah melekat hikmah dalam hatinya."

Pelajar harus mencatat di bukunya apa yang didengar dari gurunya.

5 Mei 2018

Ta'lim Muta'allim - Mencari Tambahan Ilmu

Para santri harus menambah ilmu setiap hari agar dapat kemuliaan. Harus selalu membawa buku dan pulpen, untuk menulis ilmu yang bermanfaat yang ia dengar setiap saat. Karena ilmu yang dihafal suatu ketika bisa lupa. Sedang ilmu yang ditulis akan tetap abadi. Ada yang berkata, "Ilmu itu sesuatu yang diambil dari mulut orang-orang pandai karena mereka itu menghafal sebaik-baik yang mereka dengar. Dan mengatakan sebaik-baik yang mereka hafal."

Hilal bin Yasar berkata, bahwa Nabi SAW. pernah bersabda kepada para sahabatnya tentang ilmu dan hikmah. Lalu aku berkata, "Ya Rasul, sudilah tuan mengulangi apa yang tuan katakan kepada kami?" Kemudian Nabi SAW. bersabda, "Apakah kamu membawa tinta?" Aku menjawab, "Saya tidak."

Nabi berkata, "Ya Hilal, janganlah kamu meninggalkan wadah tinta. Karena kebaikan itu ada padanya, dan pada orang yang memilikinya hingga kiamat."

Shadru Syahid Husam berpesan kepada putranya, Syamsuddin, supaya menghafal sedikit ilmu pengetahuan dan hikmah setiap hari. Karena sesuatu yang banyak itu dimulai dari sedikit.

Isham bin yusuf pernah membeli pena seharga satu dinar untuk menulis apa yang ia dengar waktu mengaji. Karena dia sudah tahu bahwa umur manusia itu pendek, sedang ilmu amat banyak.

Oleh karena itu dia tidak mau menyia-nyiakan waktu sesaat pun. Dia gunakan waktu malam untuk mendalami ilmu agama.

Yahya bin Mu'adz Ar-Razi berkata, "Malm itu amat panjang, maka jangan kamu habiskan untuk tidur. Siang hari itu terang benderang, maka jangan kamu redupkan dengan dosa-dosamu."

Santri harus bisa memanfaatkan kesempatan bersama para ulama.Gunakan untuk menimba pengetahuan dari mereka. Karena kesempatan yang baik apabila telah hilang, tidak akan dijumpai lagi, sebagaimana yang dikatakan Ustadz Syaikhul Islam dalam kitab Masyihatnya, "Banyak sekali guru besar yang luas ilmu dan keutamaannya yang pernah aku jumpai, namun aku tak memperoleh kebaikan dari mereka." Atas keteledoran ini, aku gubah sebuah syair, "Oh.. Sungguh aku menyesal dengan segala penyesalan atas kelengahan. Setiap sesuatu yang telah hilang tak akan bisa dijumpai lagi." Sayidina Ali ra. berkata, "Bila kamu berada dalam satu urusan makan tetaplah di dalamnya. Kehinaan dan kerugian itu akibat berpaling dari ilmu Allah. Maka berlindunglah kepada Allah darinya pada malam dan siang hari."

Para penuntut ilmu harus tahan menanggung penderitaan dan kehinaan ketika mencari ilmu. Tamalluq (mencilat atau mencari muka) itu tercela kecuali dalam urusan menuntut ilmu. Karena menuntut ilmu itu tidak bisa terpisah dari guru, teman-teman belajar, dan sebagainya.

Ada yang berkata, "Ilmu itu luhur; tiada hina padanya. Namun ilmu tak bisa didapat kecuali dengan merendah." Penyair berkata, "Aku tahu kamu bernafsu ingin menjadi orang mulia. Namun kamu tak akan menperoleh kemuliaan selama kamu tidak  menghinakan diri sendiri."

28 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Kasih Sayang dan Nasihat

Orang berilmu harus menyayangi sesama. Senang kalau orang mendapat kebaikan. Tidak iri (hasad). Karena sifat iri itu berbahaya dan tidak ada gunanya.

Guru kami Syaikhul Islam Buhanuddin berkata, "Anaknya orang alim atau guru akan ikut menjadi alim. Karena guru itu selalu berharap agar murid-muridnya menjadi orang yang alim dalam agama."

Berkat harapan itu, serta berkat kasih sayangnya terhadap murid, maka anaknya menjadi orang alim.

Diceritakan bahwa Shadrul Ajal Burhanul Aimmah menentukan waktu mengaji untuk dua putranya, Hassanuddin dan Tajuddin, yaitu pada waktu dhuha. Dan biasa mengajari anak-anaknya setelah murid-muridnya yang lain.

Kedua anak tersebut berkata, "Sesungguhnya kami tidak punya semangat mengaji pada waktu yang ditentukan oleh ayah kami." Kemudian ayahnya berkata, "Sesungguhnya orang-orang jauh datang mengaji kepadaku. Mereka adalah anak-anaknya orang besar dan terpandang dari berbagai daerah. Maka aku harus mendahulukan mengajar mereka." Tapi berkat kasih sayangnya, kedua putranya tadi dapat menandingi para ahli fiqih.

Santri hendaknya tidak menentang atau berdebat dengan seseorang karena hal itu hanya menyia-nyiakan waktu.

Ada yang berkata bahwa orang yang berlaku baik, akan dibalas dengan kebaikannya, dan orang yang jahat akan dibalas dengan kejahatannya.

Syaikh Az-Zahid Al-A'rif Muhammad bin Abi Bakar yang terkenal dengan panggilan Imam Jawahir Zadad Al-Mufti berkata: Aku pernah dibacakan syair oleh Yusuf Al Hamdani. Syair itu berbunyi, "Biarkanlah bila ada seseorang yang berbuat jahat kepadamu, jangan kau balas atas kejahatannya. Cukuplah apa yang dia lakukan sebagai balasan kejahatannya."

Ada yang berkata bahwa barangsiapa ingin menundukkan musuhnya, hendaklah mengulang-ulang syair berikut, "Jika kamu ingin membunuh seseorang karena sedih hati, atau ingin membakarnya karena gelisah, maka berpaculah untuk menambah ilmu, karena orang yang iri itu akan bertambah menderita batin."

Dikatakan: Kamu harus sibuk melakukan kebaikan, dan menghindari permusuhan. Jika kebaikan sudah semakin tampak dalam dirimu, maka keganasan musuh akan tertutupi oleh kebaikanmu.

Karena permusuhan hanya akan memojokkanmu dan membuang-buang waktumu. Dan kamu harus menahan diri dari permusuhan lebih-lebih jika menghadapi orang bodoh.

Nabi Isa as. berkata, "Bertahanlah menghadapi ejekan orang yang bodoh sekali saja, niscaya kamu akan beruntung sepuluh kali."

Seorang penyair berkata, "Dari masa ke masa, aku telah meneliti manusia, maka belum pernah aku melihat dari mereka, kecuali orang-orang penghianat dan pemurka atau pemarah. Dan aku tak pernah menghadapi masalah besar yang sukar diatasi kecuali permusuhannya orang laki-laki. Dan sudah aku rasakan seluruh kepahitan namun tidak ada yang lebih pahit kecuali meminta-minta."

Jangan berprasangka buruk terhadap orang mukmin, karena hal itu sumber permusuhan, dan tidak halal. Sabda Nabi SAW., "Berprasangka baiklah terhadap orang mukmin. Karena prasangka buruk itu timbul dari niat yang buruk, dan batik yang jahat."

Seperti yang dikatakan Abu Thayib lewat syair, "Jika buruk perbuatan seseorang, maka buruk pula dugaanya. Dan dugaannya itu ia anggap pasti benar. Diapun memusuhi orang-orang yang pernah ia cintai dengan melontarkan kata-kata yang dapat menyulut permusuhan. Dan ia ragu terhadap orang yang ia cintai, apakah orang yang dia cintai itu juga cinta padanya. Dia bagaikan berada ditengah malam yang gelap sehingga selalu menyangka yang bukan-bukan."

Aku juga pernah dibacakan syair berikut, "Menyingkirlah kamu dari perbuatan buruk, dan janganlah kamu menghendakinya. Dan orang yang telah kamu perlakukan dengan baik, maka tambahkanlah kebaikan padanya, walau ia jahat padamu. Karena kelak kamu akan terlindung dari tipu daya musuhmu, dan dia akan tertimpa ulahnya sendiri. Jika kamu ditipu sesorang, maka jangan kamu balas menimpanya."

Aku pernah dibacakan syairnya Al-Umaid Abil Fath Al Basti, "Orang yang pandai itu tidak lepas dari ulah orang bodoh yang sengaja mempersulit. Dia memang ingin menzalimi dan mempersulit orang pandai tersebut. Maka hendaknya dia (orang pandai) tidak membalas kejahatannya dan lebih memilih banyak diam."

27 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Waktu-Waktu Belajar Ilmu

Menuntut ilmu itu mulai dari ayunan (masih kanak-kanak) sampai ke liang kubur (mati). Hasan bin Ziyad tetap belajar ketika berusia 80 tahun. Dia tak pernah nyenyak tidur selama 40 tahun. Setelah itu dia berfatwa selama 40 tahun.

Masa muda harus digunakan untuk menuntut ilmu sebaik-baiknya. Adapun waktu belajar yang paling baik, ialah menjelang waktu Subuh dan antara waktu Magrib sampai Isya'.

Para santri harus memenafaatkan seluruh waktunya untuk belajar. Jika jemu mempelajari satu bidang ilmu, maka hendaknya belajar ilmu yang lain. Ibnu Abbas jika mulai jemu berkat, "Bawakanlah kemari buku ciptaan penyair." Muhammad bin Hasan setiap malam tak pernah tidur. Di sampingnya disediakan beberapa buku, bila merasa bosan mempelajari satu ilmu beliau ganti yang lain.

Beliau selalu menyediakan air di hadapannya, jika merasa ngantuk air itu diminum untuk mengusir rasa kantuknya. Beliau berkata, "Kantuk itu timbul dari panas, maka harus ditolak dengan air dingin."

26 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Tawakal

Para pelajar harus tawakal kepada Allah saat mencari ilmu dan tidak perlu cemas soal rezeki. Dan jangan terlalu sibuk memikirkan soal rezeki.

Abu Hanifah meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Hasan Az Zubaidi, sahabat Rasul SAW. berkata, "Barangsiapa memperdalam ilmu agama maka dia dicukupi oleh Allah. Dan dia pasti diberi rezeki oleh Allah dari jalan yang tidak ia sangka-sangka. Dan barangsiapa sibuk memikir soal rezeki, yakni makanan dan pakaian, maka jarang sekali ia memikirkan akhlak yang mulia, dna hal-hal yang tinggi nilainya."

Ada yang berkata, "Tinggalkan kemuliaan, jangan sekali-kali kamu mengejarnya. Duduk sajalah. Semua itu tiada guna karena kamu adalah orang yang memikirkan soal makanan dan pakaian."

Ada seorang laki-laki berkata kepada Manshur Al-Hallaj, "Tuan, sudilah berwasiat kepada saya." Beliau menjawab, "Sibukkan nafsumu! sebab jika dia tidak kamu sibukkan, justru dia yang menyibukkanmu." Jadi, setiap orang harus menyibukkan dirinya dengan amal-amal yang baik, dan tidak sibuk menuruti hawa nafsu. Orang berakal tak layak cemas dengan urusan dunia. Sebab susah itu tidak dapat mengusir musibah dan tiada gunanya.

Bahkan malah membahayakan hati, akal dan badan. Dapat menghapus amal baik. Seharusnya orang muslim itu prihatin memikir urusan akhirat. Itulah yang lebih bermanfaat.

Nabi SAW. bersabda, "Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu ada dosa yang tidak dapat terhapus kecuali dengan prihatin soal mencari nafkah." Maksud sabda ini ialah prihati yang tidak melalaikan amal-amal baik, dan tidak melalaikan hati dari mengingat Allah pada waktu salat.

Boleh memikirkan soal rezeki asal tidak sampai lupa kepada Allah ketika salat, maka yang demikian itu tergolong amal akhirat.

Para penuntut ilmu harus mengurangi hubungan dengan urusan duniawi sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena it, para ulama memilih menyendiri. Menjauh dari pergaulan. Santri harus tahan menderita di saat pergi menuntut ilmu. Sebagaimana yang disabdakan Nabi Musa ketika menempuh perjalanan untuk berguru kepada Nabi Khidir. Perjalanan Nabi Musa mencari ilmu diabadikan dalam Al-Qur'an. Beliau berkata, "Sungguh benar-benar aku telah merasakan payah dalam perjalanan ini."

Hal ini supaya diketahui bahwa pergi menuntut ilmu itu tidak lepas dari kesengsaraan. Karena menuntut ilmu urusan yang amat besar dan lebih utama daripada perang, demikian menururt pendapat sebagian ulama, dan pahala itu menurut berat ringannya kesengsaraan yang dialami.

Orang yang tabah menghadapi kesulitan dan penderitaan dalam mencari ilmu niscaya ia akan merasakan lezatnya ilmu, yang mana lezatnya tak ada bandingannya di dunia.

Adalah Imam Muhammad jika belajar sampai larut malam, lalu menemukan jawaban yang menjadi kesulitannya, dia berkata, "Dimanakah kenikmatan putra-putra raja jika dibanding dengan kenikmatan yang kini aku rasakan?"

Para penuntut ilmu seharusnya tidak menyibukkan diri kecuali hanya menuntut ilmu. Terutama ilmu fiqih.

Syaikh Muhammad berkata, "Pekerjaan kami ini (menuntut ilmu) adalah sejak dari ayunan hingga ke liang kubur. Oleh karena itu orang yang berhenti mencari ilmu sesaat saja, maka dia telah mati sesat."

Suatu ketika ada orang ahli fiqih menghadap Syaikh Abi Yusuf. Namanya Ibrahi Al Jarrah. Dia datang untuk menjenguk Abi Yusuf yang sedang sakit yang menyebabkan wafatnya beliau. Kemudian beliau bertanya kepada Syaikh Ibrahim, "Mana yang lebih utama, melempar jumrah sambil mengendarai unta, atau sambil berjalan kaki?" Syaikh Ibrahim tidak bisa menjawab, lalu Abi yusuf menjawab sendiri bahwa melempar jumrah sambil berjalan kaki lebih utama dan lebih dicintai oleh nabi dan shabatnya (assabiqunal awalin).

Begitulah seharusnya seorang ahli fiqih, selalu mencurahkan seluruh waktunya untuk mengkaji hukum-hukum agama. Kalau dia berbuat demikian tentu akan memperoleh kelezatan yang amat besar.

Ada yang berkata, "Bahwa ada orang mimpi bertemu Syaikh Muhammad setelah beliau wafat." Lalu orang itu bertanya kepadanya, "Bagaimana keadaan tuan ketika Naza'?" Beliau berkata, "Waktu itu aku sedang memikirkan masalah budak mukatab. Jadi aku tidak merasa kalau nyawaku telah melayang."

Ada yang meriwayatkan bahwa pada akhir hayatnya beliau berkata, "Aku selalu sibuk memikirkan masalah budak mukatab, hingga aku tidak siap-siap menghadapi kematian ini." Beliau berkata demikian karena Tawadhu' (merendah diri).

24 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Mulai Mengaji, Ukuran dan Urutannya

Guru kami, Syaikh Burhanuddin biasa memulai mengaji pada hari Rabu. Beliau melakukan hal itu berdasarkan hadis nabi yang berbunyi "Tidak ada sesuatu yang dimulai pada hari Rabu kecuali akan menjadi sempurna."

Abu Hanifah meriwayatkan hadis ini dari gurunya, Imam Ahmad bin Abd. Rasyid. Abu Hanifah juga biasa melakukan hal ini.

Aku pernah mendengar orang yang terpercaya berkata bahwa Syaikh Abu Yusuf Al Hamdany biasa memulai pekerjaan yang baik pada hari Rabu.

Kebiasaan ini baik dan benar karena hari Rabu adalah hari di mana cahaya diciptakan. Hari Rabu adalah hari naas bagi orang kafir, tapi bagi orang mukmin adalah hari yang penuh berkah.

Adapun ukuran dalam belajar bagi orang yang baru memulai, menurut cerita Abu Hanifah dari Syaikh Umar bin Abi Bakr bahwa beliau berkata, "Seharusnya santri menghafal kitab yang dibaca lalu memahami isinya. Kalau sudah paham baru menambah sedikit demi sedikit. Setiap kitab minimal dibaca dua kali. Tapi kalau kitabnya tebal harus diulang-ulang sampai sepuluh kali. Cara belajar seperti ini harus dibiasakan oleh tiap-tiap santri."

Bahkan ada yang berkata, "Harus diulang-ulang sampai seribu kali." Sebaiknya murid itu memulai dari kitab yang lebih udah dimengerti. Syaikh Syarifuddin berkata, "Cara yang benar menurutku, santri yang baru mulai mengaji, sebaiknya meniru kebiasaan yang dilakukan para ulama. Mereka menganjurkan para santri supaya memulai dari kitab yang kecil-kecil, karena disamping lebih mudah dipahami, juga tidak membosankan, dan lebih melekat."

Setelah benar-benar hafal dan mengerti, santri harus mencatatnya, karena hal itu banyak manfaatnya dikemudian hari. Santri sebaiknya tidak menulis pelajaran yang belum dipahami, sebab hal itu akan menimbulkan kerancuan, menghilangkan kecerdasan dan menyia-nyiakan waktu.

Seyogyanya santri berusaha sungguh-sungguh memahami apa yang diterangkan oleh gurunya. Kemudian diulang-ulang sendiri beberapa kali. Dan direnungkan supaya benar-benar mengerti. Karena mendengar satu kalimat lalu dihafal dan dimengerti, itu lebih baik daripada mendengar seribu kalimat tapi tidak paham.

Dikatakan: Hafal dua huruf lebih baik daripada mendengar dua pikul dan paham dua huruf lebih baik daripada hafal dua pikul. Jika seseorang meremehkan pemahaman dan tidak mau berusaha satu dua kali, maka ia akan terbiasa demikian, sehingga kalimat yang mudah pun akan sulit dipahaminya.

Oleh karena itu seharusnya dia berusaha, memahami pelajarannya sambil berdoa kepada Allah. Dan Allah tidak akan mengecewakan orang yang berharap kepada-Nya.

Syaikh Qiwamuddin Hammad bin Ibrahim bin Ismail Ash-Shaffar membaca syairnya Qadhi Khalil bin Ahmad Sarhasiy, "Carilah ilmu dengan sungguh-sungguh sampai kamu merasa nikmatnya mencari ilmu dan tetaplah mempelajarinya dengan cara yang terpuji. Jika kamu telah memahami suatu pelajaran, maka ulangilah, kemudian kukuhkanlah dalam hari sekukuh-kukuhnya, setelah itu catatlah ia, karena kalau sewaktu-waktu kamu lupa, kamu dapat mempelajarinya kembali."

Jika kamu sudah merasa benar-benar mengerti dan tidak khawatir lupa, maka bergegaslah mengkaji pelajaran yang lain, dan berusaha memahami pelajaran yang baru.

"Amalkan ilmumu kepada manusia agar ilmumu hidup. Jangan menjauhi orang-orang yang berilmu. Jika kamu menyembunuikan ilmu maka Allah akan membuatmu lupa sehingga kamu kelihatan seperti orang bodoh dan tumpul akalnya. Dan pada hari kiamat nanti kamu akan dikalungi apinya neraka sehingga tubuhmu hangus."

Para santri atau pelajar harus sering mendiskusikan suatu pendapat atau masalah dengan teman-temannya. Diskusi tersebut harus dilakukan dengan tertib atau tenang. Tidak gaduh, tidak emosi. Karena tertib dan tenang dalam berfikir adalah tiangnya musyawarah. Dan tujuan musyawarah adalah mencari kebenaran. Tujuan itu akan tercapai bila orang-orang yang terlibat dalam diskusi atau musyawarah tersebut bersikap tenang, benar dalam berfikir, dan lapang dada. Sebaliknya, hal itu tidak akan berhasil bila timbul kegaduhan dan saling emosi.

Jika tujuan diadakannya diskusi tersebut untuk saling mengalahkan hujah temannya, maka tidak halal. Diskusi itu halal kalau tujuannya untuk mencari kebenaran. Sedangkan mengaburkan persoalan atau jawaban, atau memberi tanggapan dengan cara yang tidak semestinya, juga tidak halal. Kecuali jika orang yang bertanya itu bermaksud mempersulit, tidak mencari kebenaran.

Muhammad bin Yahya jika menghadapi pertanyaan yang rumit dan belum bisa menjawab, beliau berkata kepada si penanya, "Apa yang Anda tanyakan itu perlu dijawan, tapi karena saya belum bisa menjawab, maka akan saya pikir dulu, sebab diatas orang yang pandai masih ada orang yang lebih pandai lagi. Belajar dengan cara diskusi dan dialog ini lebih efektif daripada belajar sendiri, sebab di dalam diskusi kita di tuntut untuk berpikir dan belajar lebih maksimal."

Ada yang berkata, bahwa diskusi sesaat itu lebih baik daripada belajar sebulan, asal diskusi tersebut bersama orang yang sadar dan baik tabiatnya.

Hindarilah musyawarah dengan orang yang suka mempersulit masalah orang lain, dan tidak baik tabiatnya. Karena tabiat buruk bisa menular.

Seorang penyair berkata, "Diantara suarat ilmu itu, ia menjadikan semua orang sebagai pelaya bagi orang yang melayaninya."

Para santri harus senang mengamati atau memikirkan pelajaran-pelajaran yang sukar dipahami, dan harus membiasakan hal itu. Karena banyak orang bisa mengerti setelah ia mau memikirkan. Oleh karena itu ada yang berkata, "Perhatikanlah niscaya kamu akan mengerti." Sebelum berbicara, santri harus berpikir dulu, supaya ucapannya benar. Karena ucapan itu bagaikan anak panah, oleh karena itu harus diluruskan atau dipikir dulu sebelum berbicara, agar tidak salah.

Seorang ahli fiqi berkata, "Berpikir sebelum berkata itu sangat penting. Oleh karena itu, para ahli ilmu fiqih harus berpikir dulu sebelum bicara."

Jika kamu mentaati orang yang menasihati dan yang mengasihanimu, maka jangan kamu lupakan waktu ia berbicara, ukurannya, dan tempatnya.

Para pelajar harus terus berpikir atau mengamati, dan terus menambah pengetahuannya, setiap waktu, dan belajar dari siapa saja.

Rasulullah SAW. bersabda, "Hikmah (ilmu) itu ibarat barang berharaga orang mukmin yang hilang. Makam dimana saja dijumpai, harus diambil." Ada yang berkata, "Ambillah apa yang terang, dan tinggalkan apa yang suram."

Aku pernah mendengar Syaikh Fahruddin Al Kasyani berkata, "Budak perempuan Abu Yusuf dititipkan kepada Syaikh Muhammad, lalu Syaikh Muhammad bertanya kepada budak itu apakah kamu pernah melihat kebiasaan dan mendengar perkataan Abu Yusuf sekarang ini?" Dia menjawab, "Tidak, kecuali dia mengulang-ulang kalimat. "Bagian daur itu gugur." Kalimat ini dihafal oleh Muhammad. Padahal masalah daur ini sukar bagi Muhammad, maka dengan mendengar kalimat tadi, kesukarannya hilang.

Dari situ jelas bahwa menambah faedah atau pengertian itu dapat dilakukan melalui siapa saja. Abu Yusuf pernah ditanya mengenai cara ia mendapatkan ilmu. Beliau menjawab, "Aku tak pernah enggan menambah pengertian dan aku juga tak pernah keberatan memberikan faedah kepada orang lain."

Ibnu Abbas pernah ditanya hal yang sama, beliau menjawab, "Lisan yang banyak bertanya, dan hari yang banyak berpikir." Para santri zaman dahulu sering bertanya dengan pertanyaan berikut, "Bagaimana pendapatmu tentang masalah ini?"

Imam Abu Hanifah menjadi ahli fiqih karena beliau sering tukar pendapat di tokonya sambil dagang kain.

Dari kisah ini bisa diketahui bahwa mencari ilmu itu bisa sambil bekerja. Abu Hafas Al Kabir bekerja sambil mengulang-ulang pelajarannya. Maka, apabila keadaan menuntut seorang santri untuk bekerja menafkahi keluarganya atau lainnya, maka bekerjalah, "Tapi jangan lupa belajar, dan jang bermalas-malasan."

Bagi orang yang sehat jasmani dan rohani, tidak ada alasan untuk meninggalkan belajar, sebab tiada seorang pun yang lebih miskin daripada Abi Yusuf, tapi beliau tetap belajar.

Barangsiapa berharta banyak, maka sebaik-baik harta yang dimiliki orang saleh, ialah harta yang dihabiskan untuk menuntut ilmu. Ada seorang alim ditanya. "Dengan apa Anda memperoleh ilmu? Beliau menjawab, "Karena saya mempunyai ayah kaya. Ayahku memberikan atau menggunakan hartanya untuk orang-orang alim dan mulia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan."

Diriwayatkan bahwa Abu Hanifah berkata, "Saya memperoleh ilmu karena saya selalu memuji dan bersyukur kepada Allah. Jika aku dapat mengerti suatu masalah, maka aku mengucapkan Alhamdulillah." Oleh karena itulah ilmuku semakin bertambah.

Para santri harus selalu bersyukur kepada Allah, baik dalam bentuk ucapan, hati, maupun tindakan nyata. Harus yakin bahwa pengertian, pengetahuan, dan taufik itu hanya anugerah dari Allah. Harus memohon petunjuk-Nya dengan berdoa dan merendah diri kepada-Nya. Karena Dia selalu menunjukkan jalan kepada orang yang memohon petunjuk-Nya.

Kaum Ahlu Sunnah wal Jamaan memohon kebenaran kepada Allah Yang Maha Besar, Maha Menunjukkan. Maha Pemberi Ketenangan Lagi Maha Melindungi. Lalu mereka pun diberi petunjuk dan dilindungi dari kesesatan. Sedang ahli bid'ah selalu mengagumi pendapatnya sendiri, mengandalkan akal. Dalam mencari kebenaran.

Padahal akal itu lemah. Tidak mampu menguasai segala sesuatu, sebagaimana halnya penglihatan yang tidak mampu melihat segala sesuatu. Oleh karena itu mereka terhalang dari kebenaran. Lemah, sesat, dan menyesatkan.

Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa mengenal dirinya, maka sungguh akan tahu Tuhannya. Dan jika tahu kelemahan dirinya, maka dia tahu sifat kekuasaan Allah."

Santri tidak boleh mendewakan akalnya, tapi harus berserah diri kepada Allah, dan harus mencari kebenaran dari-Nya. Barangsiapa berserah diri kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya, dan akan ditunjukkan ke jalan yang lurus. Barangsiapa berharta, maka jangan kikir atau bakhil.

Para pelajar harus memohon perlindungan kepada Allah dari sifat kikir. Nabi Muhammad SAW. bersabda, "Tidakkah ada penyakit yang lebih parah daripada kikir?"

Ayah Syaikh Syamsul Aimmah Al Halwani itu adalah seorang fakir. Kerjanya menjual manisan. Dia suka memberikan manisan itu kepada fuqaha (ahli fiqih) sambil berkata kepada mereka, "Doakanlah anakku!" Berkat kemurahan hatinya, maka putranya berhasil mencapai apa yang dia cita-citakan.

Para santri harus rajin membeli kitab, dan menyuruh orang lain menuliskan kitab, karena hal itu dapat membantu mempermudah mengaji dan belajar Ilmu fiqih.

Muhammad bin Hasan adalah orang yang kaya raya. Sehingga untuk mengurus hartanya diperlukan tiga ratus orang. Lalu semua hartanya itu didermakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Sehingga beliau tak memiliki sepotong pakaian pun yang bagus. Kemudian suatu ketika Abu Yusuf melihat beliau mengenakan pakaian bertambal, maka ia lalu mengirimkan kepada beliau pakaian yang bagus, namun beliau menolak pemberian itu dengan halus.

Lalu beliau berkata, "Kalian telah diberi harta dunia, sedang aku akan diberi di akhirat nanti." Menerima hadiah tersebut menurutnya hanyalah menghinakan diri sendiri. Sekalipun beliau tahu bahwa menerima hadiah itu sunah.

Rasulullah SAW. bersabda, "Tidak layak orang mukmin menghinakan dirinya."

Diceritakan bahwa Imam Irsabandi pernah mengumpulkan kulit semangka di tempat yang sepi, lalu memakannya. Hal itu dilihat oleh seorang budak perempuan lalu budak tersebut melaporkan peristiwa itu kepada tuannya. Tuannya segera membuatkan hidangan untuk Imam Irsabani, kemudian beliau diundang makan. Tapi beliau menolak undangan itu. Begitulah seharusnya seorang pelajar bercita-cita dan bersikap. Jangan rakus dengan harta orang lain.

Rasulullah SAW. bersabda, "Tinggalkanlah sifat tamak, karena tamak adalah kefakiran yang hadir." Santri juga tidak boleh kikir dengan harta yang dimiliki, tapi harus menafkahkannya untuk kepentingan dirinya dan orang lain.

Rasulullah SAW. bersabda, "Manusia seluruhnya adalah fakir, karena mereka takut fakir. Orang-orang pada jaman dahulu belajar bekerja kemudian baru belajar ilmu pengetahuan, sehingga mereka tidak tamak dengan harta orang lain."

Didalam kata hikmah dikatakan, "Barangsiapa yang tamak dengan harta orang maka dia akan fakir." Orang alim yang tamak, maka musnahlah kehormatannya, dan tak akan bisa berkata benar. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW. mohon perlindungan seraya berdoa, "Aku berlindung kepada Allah dari sifat tamak yang menjadi watak."

Para pelajar seharusnya tidak berharap kecuali hanya kepada Allah. Dan tidak takut kecuali kepada-Nya. Hal itu tampak dari berani tidaknya ia melanggar hukum syariat.

Barangsiapa bermaksiat kepada Allah karena takut kepada makhluk, berarti dia takut kepada selain Allah. Dan berangsiapa yang tidak bermaksiat karena takut kepada makhluk, dan dia menjaga batas-batas hukum syariat, maka dia tidak takut kepada selain Allah, tetapi takut kepada Allah. Begitu pula dalam urusan harapan.

Para santri harus mengulang-ulang pelajarannya sampai jumlah bilangan tertentu. Kalau setiap malamnya mengulangi pelajarannya sampai sepuluh kali, maka begitu seterusnya. Karena pelajaran itu tidak bisa melekat di hati bila tidak diulang-ulang.

Santri harus membiasakan membaca pelajaran dengan suara keras. Sebab belajar itu harus dengan semangat, tapi juga tidak boleh keras-keras, dan tidak usah memaksakan diri, supaya tidak cepat bosan, karena sebaik-baik perkara itu yang sedang-sedang.

Diceritakan bahwa Abi Yusuf mendiskusikan ilmu fiqih dengan para ulama. Dia berdebat dengan semangat, sampai mertuanya heran padanya, sebab dia menahan lapar sejak lima hari, tapi masih kuat musyawarah dengan kuat dan semangat.

Santri tidak boleh patah semangat atau frustasi, karena hal itu berakibat buruk. Syaikh Burhanuddin berkata, "Aku dapat mengalahkan teman-temanku karena aku tak pernah mengalami patah semangat, dan tak pernah goncang dalam mencari ilmu."

Dikisahkan bahwa Syaikhul Islam Asbijani pernah mengalami kegoncangan jiwa atau patah semangat dalam belajar, selama dua belas tahun karena terjadi perubahan pemerintahan di negerinya. Kemudian beliau keluar bersama temannya untuk belajar bersama. Mereka setiap hari duduk untuk belajar bersama. Hal itu mereka lakukan selama dua belas tahun sampai temannya mendapat gelar Syaikhul Islam untuk madzab Syafi'i, karena beliau memang ikut madzah Syafi'i. Imam Qadhikhan berkata, "Sebaiknya menghafalkan satu naskah kitab fiqih untuk selamanya, supaya ia mudah menghafal kitab-kitab fiqih lainnya."

21 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Tentang Kesungguhan dalam Belajar, Ketekunan dan Cita-Cita

Para santri harus bersungguh-sungguh dalam belajar, harus tekun. Seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur'an, "Dan orang-orang yang berjihad atau berjuang sungguh-sungguh untuk mencari (keridhaanku), maka benar-benar Aku akan tunjukkan mereka kepada jalan-jalan menuju keridhaan-Ku". Dikatakan barangsiapa bersungguh-sungguh mencari sesuatu tentu akan mendapatkannya. Dan siapa saja yang mau mengetuk pintu, dan maju terus, tentu bisa masuk.

Dengan kadar sengsaramu dalam berusaha kamu akan mendapat apa yang kamu dambakan. Dikatakan bahwa belajar dan memperdalam ilmu fiqih itu dibutuhkan adanya kesungguhan dari tiga orang, kesungguhan murid, guru dan ayah bila masih hidup.

Ustadz Sadiduddin mengalunkan syair gubahan Imam Syafi'i kepadaku,
"Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh, dan bisa membuka pintu yang terkunci. Sungguh sangat banyak orang yang bercita-cita luhur bersedih, karena diuji dengan kemiskinan. Barangkali sudah menjad i suratan takdir dan keputusan Allah, bahwa banyak orang cerdas tapi miskin dan banyak orang bodoh yang kaya raya. Dan kedua hal tersebut tidak bisa dikumpulkan."

Penyair yang lain berkata,
"Kamu ingin menjadi orang ahli fiqih, tapi tak mau sengsara, itu artinua kamu gila. Mencari harta pun tidak akan berhasil tanpa kerja keras, dan harus tahan menghadapi penderitaan. Begitu juga mencari ilmu tidak akan berhasil tanpa kerja keras (sengsara)."

Abu Thoyyib berkata
"Sungguh naif orang yang mampu berusaha tapi tidak mau berusaha secara optimal."

Santri tidak boleh banyak tidur pada malam hari. Seperti dikatakan dalam syair, "Kemuliaan itu akan tercapai menurut kadar kesengsaraan. Barangsiapa ingin mencari kemuliaan, maka harus menginggalkankan tidur malam. Kamu ingin berkedudukan tinggi tapi kamu enak-enak tidur pada malam hari. Padahal orang yang mencari permata pun harus menyelam ke dalam lautan. Derajat yang luhur itu seiring dengan cita-cita yang luhur. Orang yang memperoleh kedudukan tinggi karena ia berjaga malam. Aku tidak tidur di waktu malam, ya Tuhanku, demi mencari keridhaanmu Ya Tuhan yang menjadikan seseorang menjadi tuan. Siapa ingin kedudukan tinggi tapi tidak mau kerja keras, itu artinya dia menyia-nyiakan usia. Mengharap sesuatu yang mustahil. Maka tolonglah kami, Ya Allah, dalam mencari ilmu dan tempatkanlah kami kepuncak kedudukan yang luhur." Para santri harus menggunakan waktu malam untuk belajar dan ibadah, supaya memperoleh kedudukan tinggi di sisi-Nya.

Penyusun kitab ini berkata: Bagiku, cukup menarik makna syair yang berbunyi, "Barangsiapa ingin meraih apa yang dicita-citakan, maka ia harus menjadikan waktu malamnya sebagai kendaraan untuk mengejar cita-citanya. Jangan banyak makan agar kamu tidak ngantuk. Hal itu jika Anda benar-benar ingin menggapai kesempurnaan."

Santri harus mengulang-ulang pelajarannya pada awal malam dan akhir malam. Yaitu antara Isya' dan waktu subuh, karena saat-saat tersebut diberkati.

Seorang penyair berkata, "Wahai para penuntut ilmu hiasilah dirimu dengan sifat wara' (menjauhi barang syubhat), jauhilah tidur, kurangilah makan, dan tekunlah belajar."

Para pelajar harus memanfaatkan masa mudanya untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Perhatikan bait syair ini, "Dengan kadar kerja kerasmulah kamu akan diberi apa yang menjadi cita-citamu. Orang yang ingin sukses, harus sedikit mengurangi tidur malam. Gunakan masa mudamu sebaik-baiknya, karena masa muda adalah kesempatan yang tidak akan pernah terulang."

Seorang santri tidak boleh memaksakan diri hingga melebihi kekuatannya. Karena akan melemahkan tubuhnya, sehingga tidak mampu bekerja terlalu lelah. Mencari ilmu itu harus sabar. Pelan-pelan tapi kontinyu, sabar inilah pokok yang penting dari segala sesuatu.

Rasulullah SAW. bersabda, "Ketahuilah bahwa agama ini kukuh (banyak tugas), maka terlibatlah dalam urusan agama dengan pelan-pelan dan janganlah kamu buat dirimu bosan beribadah kepada Allah, karena orang yang mematahkan kendaraannya, tidak akan bisa menempuh perjalanan, bahkan akan kehilangan kendaraannya."

Nabi Muhammad SAW. bersabda, "Badanmu adalah tungganganmu, maka kasihanilah padanya."

Santri harus bercita-cita tinggi, sebab orang itu tinggi derajatnya karena memang ia bercita-cita tinggi. Cita-cita itu ibarat sayap burung yang dipergunakan untuk terbang tinggi-tinggi. Abi Thayib berkata: "Kedudukan seseorang itu tergantung menurut cita-citanya. Dan kemuliaan akan tergapai oleh seseorang kalau cita-citanya tinggi dan mulia. Pangkat yang tinggi akan terasa berat meraihnya bagi orang yang berjiwa kerdil. Tapi bagi orang yang berjiwa besar, setinggi apa pun sebuah kedudukan, dianggap kecil atau ringan."

Modal paling pokok ialah kesungguhan. Segala sesuatu bisa dicapai asal mau bersungguh-sungguh dan bercita-cita luhur. Barang siapa bercita-cita ingin menguasai kitab-kitab Imam Muhammad bin Al Hasan, asal disertai dengan kesungguhan dan ketekunan, tentu dia akan menguasai seluruhnya, paling tidak sebagian.

Jika ada yang bercita-cita ingin pandai, tapi tidak mau bersungguh-sungguh dalam belajar, tentu dia tidak akan memperoleh ilmu kecuali sedikit.

Syaikh Naisaburi menyebutkan dalam kitabnya, Makarimul Akhlak bahwa raja Zulqurnain ketika hendak pergi untuk menguasai Timur dan Barat, terlebih dahulu dia berunding dengan orang-orang yang bijaksana, dia berkata, "Bagaiamana aku harus pergi untuk mengejar kedudukan ini, sementara dunia ini amat sedikit dan segera sirna, dan kerajaan dunia, menurutku sangat remeh, dan bukan tergolong cita-cita yang luhur." Orang-orang bijaksana itu berkata, "Pergilah supaya kamu memperoleh kerajaan dunia dan akhirat." Dia menjawab, "Jika demikian, baiklah."

Rasulullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya Allah itu mencintai sesuatu yang luhur atau tinggi dan membenci sesutu yang rendah." Dikatakan oleh seorang penyair, "Janganlah kamu tergesa-gesa ingin mencapai sesuatu tapi cobalah terus bersabar (ulet), karena sabar itu ibarat air yang dapat melunakkan tongkat dari besi."

Dikatakan: Abu Hanifah berkata kepada Abi Yusuf, "Kami memang bodoh tapi itu bisa kamu usir dengan terus menerus belajar. Jauhilah sifat malas, sebab malas itu sumber keburukan dan kerusakan yang amat besar."

Syaikh Abu Nash Ash-Shaffar berkata dalam syairnya. "Oh jiwaku.. oh jiwaku, jangan menunda amal saleh, berbuat adil, dan berbuat ihsan, semua orang yang berbuat kebaikan akan senang, sebaliknya orang pemalas berada dalam bencana dan kesialan."

Syair tersebut semakna dengan perkataan Imam Mushannif, "Wahai jiwaku, tinggalkanlah bermalas-malasan dan menunda-nunda supaya kamu tidak menetap di dalam kehinaan. Aku tidak melihat bagian yang diberikan kepada para pemalas kecuali penyesalan karena gagal meraih cita-cita."

Dikatakan: "Penderitaan, kelemahan, dan penyesalan yang diderita manusia sering timbul dari rasa malas. Oleh karena itu jauhilah rasa malas, dan membicarakan hal-hal yang tidak jelas."

Disebutkat: Sungguh sifat malas itu timbul karena kurang perhatian terhadap keutamaan dari pentingnya ilmu. Oleh karena itu, santri harus berpayah-payah dalam menuntut ilmu.

Karena ilmu itu kekal, sedang harta benda akan sirna. Sebagaimana dikaakan Al bin Abi Thalib ra., "Aku senang menerima pemberian Tuhan Maha Perkasa. Kita diberi ilmu, dan musuh-musuh kita (orang-orang kafir) diberi harta benda. Karena harta akan segera sirna, sedangan ilmu itu abadi takkan pernah hilang."

Ilmu yang bermanfaat akan tetap dikenang sekalipun orang yang berilmu itu meninggal, karena ilmu yang bermanfaat itu abadi. Syaikh Murghinan berkata dalam sebuah syair, "Orang bodoh hakikatnya mati sebelum mati, dan orang yang berilmu tetap hidup sekalipun sudah mati."

Syaikh Burhanuddin berkata, "Orang bodoh itu mati sebelum mati. Tubuhnya ibarat kuburan bagi jiwanya. Sedangkan orang yang berilmu itu selamanya hidup, sekalipun tulangnya hancur dikalang tanah."
"Orang-orang bodoh itu mati, sekalipun dia berjalan-jalan di muka bumi ini. Keberadaan mereka sama dengan tidak ada atau tidak diperhitungkan."

Syaikh Burhanuddin berkata, "Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi melebihi ilmu, golongan manusia yang paling tinggi derajatnya adalah golongan manusia yang paling berilmu. Orang yang berilmu itu abadi karena dikenang orang, sedangkan orang yang bodoh, bila mati, tak ada yang mengenang."

"Kedudukan orang berilmu jauh lebih tinggi daripada raja dan panglima. Aku akan menerangkan keunggulan ilmu kepada kalian. Ketahuilah, ilmu itu laksana cahaya terang yang sempurna yang dapat menerangi jalan orang bodoh di sepanjang masa, orang yang berada dalam kebodohan. Ilmu itu laksanan puncak gunung yang tinggi yang dapat meneyelamatkan manusia dari bahaya banjir."

"Dengan ilmu orang akan selamat dari siksa akhirat. Sedangkan orang yang meremehkan ilmu akan menyesal di akhirat. Orang berilmu (ulama) dapat memberi syafaat kepada orang yang berlaku maksiat ketika ia digiring menuju jurang neraka. Orang yang mencari ilmu, berarti dia mencari segala-galanya. Dan orang yang memperoleh ilmu, berarti dia telah mencapai segalanya. Karena ilmu itu kedudukannya lebih luhur dari segala yang luhur. Renungkan hal ini, wahai para pelajar. Jika kamu telah memperoleh ilmu, maka jangan risau bila kamu gagal meraih kedudukan dunawi yang lain. Dan jangan cemas bila kamu tidak memiliki harta dunia dan kenikmatannya. Karena sebaik-baik pemberian adalah ilmu agama Islam. Terutama ilmu fiqih."

Sebagian ulama berkata, "Ilmu fiqih itu ilmu yang paling berharga yang sepatutnya kamu pelajari. Siapa yang mempelajari ilmu, maka tak akan habis kebanggaan ilmunya. Maka berjuanglah atau bersungguh-sungguhlah mempelajari sesuatu yang belum kamu ketahui."

Karena ilmu itu membawa keuntungan di dunia dan di akhirat. Lezatnya mempelajari ilmu fiqih dapat mendorong akal untuk memperoleh ilmu-ilmu yang lain. Rasa malas itu kadang timbul dari dahak dan karena kebanyakan kadar air. Cara menanggulanginya dengan mengurangi makan.

Tujuh puluh nabi telah sepakat bahwa lupa itu disebabkan kebanyakan dahak. Banyak dahak karena banyak minum. Dan banyak minum karena banyak makan. Roti kering dapat menghilangkan dahak. Makan anggur kering juga dapat menghilangkan dahak, tapi jangan banyak supaya tidak haus. Kalau banyak minum malah menambah dahak.

Bersiwak juga dapat mengurangi dahak, dapat menguatkan hafalan, dan menyebabkan fasih. Bersiwak itu hukumnya sunnah. Dapat menambah pahala salat dan pahala membaca Al-Qur'an. Muntah juga dapat mengurangi dahak dan kadar air.

Adapun cara mengurangi makan adalah dengan cara memikirkan manfaat makan sedikit itu, yaitu dapat menyehatkan badan, menumbuhkan sifat wara', dan sikap mengalah. Ada yang berkata, "Tercela, tercela, dan tercela orang yang celaka karena makanan."

Nabi Muhammad SAW. bersabda: "Ada tiga kelompok manusia yang dimurkai oleh Allah tanpa dosa, yaitu orang yang banyak makan, orang kikir, dan orang yang sombong."

Termasuk cara mengurangi makan ialah memikirkan bahayanya banyak makan, yaitu mudah terserang penyakit dan mengakibatkan bebalnya otak, termasuk malas. Dikatakan, perut yang penuh itu dapat menghilangkan kecerdasan.

Jalianus berkata, "Buah delima seluruhnya berguna, sedang ikan, seluruhnya membahayakan. Sedikit makan ikan lebih baik daripada banyak makan delima. Dan banyak makan itu pemborosan. Makan terlalu kenyang itu membahayakan. Dan bahkan karena banyak makan orang akan menerima siksa di akhirat. Orang yang banyak makan biasanya tidak disukai teman."

Cara mengurangi makan itu di antaranya adalah dengan mengurangi makanan yang berlemak. Jangan makan bersama orang-orang yang lapar. Boleh banyak makan kalau ada tujuan yang benar, misalnya supaya kuat berpuasa, supaya kuat salat, atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat.

19 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Penghormatan Terhadap Ilmu dan Orang Alim

Para pelajar (santri) tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya, tanpa mau menghormati ilmu dan guru.

Karena ada yang mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil mereka ketika menuntut ilmu sangat menghormati tiga hal tersebut. Dan orang-orang yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu, karena mereka tidak mau menghormati atau memuliakan ilmu dan gurunya. Ada yang mengatakan bahwa menghormati itu lebih baik daripada mentaati. Karena manusia tidak dianggap kufur karena bermaksiat. Tapi dia menjadi kufur karena tidak menghormati atau memuliakan perintah Allah.

Sayidina Ali karamullahu wajdah berkata,
"Aku adalah sahaya (budak) orang yang mengajarku walau hanya satu huruf, jika dia mau silahkan menjualku, atau memerdekakan aku, atau tetap menjadikan aku sebagai budaknya."

Ada sebuah syair yang berbunyi,
"Tidak ada hak yang lebih besar kecuali haknya guru. Ini wajib dipelihara oleh setiap orang Islam. Sungguh pantas bila seorang guru yang mengajar, walau hanya satu huruf, diberi hadiah seribu dirham sebagai tanda hormat padanya. SEBAB GURU YANG MENGAJARMU SATU HURUF YANG KAMU BUTUHKAN DALAM AGAMA, "DIA IBARAT BAPAKMU DALAM AGAMA."

Imam Asy-Syairazy berkata,
"Guru-guruku berkata, "Barangsiapa yang ingin anaknya menjadi orang alim, maka dia harus menghormati para ahli fiqih. Dan memberi sedekah pada mereka. Jika ternyata anaknya tidak menjadi orang alim, maka cucunya yang akan menjadi orang alim."

Termasuk menghormati guru ialah, hendaknya seorang murid tidak berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya, dan tidak memulai bicara padanya kecuali dengan ijinnya.

Hendaknya tidak banyak bicara di hadapan guru. Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau bosan. Harus menjaga waktu. Jangan mengetuk pintunya, tapi sebaliknya menunggu sampai beliau keluar. 

Alhasil, seorang santri harus mencari kerelaan hati guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka, mematuhi perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama, karena tidak boleh taat pada makhluk untuk bermaksiat kepada Allah. Termasuk menghormati guru adalah menghormati putra-putranya, dan orang yang ada hubungan kerabat dengannya.

Guru kami Burhanuddin, pengarang kitab Al-Hidayah bercerita bahwa salah seorang pembersar negeri Bukhara duduk dalam suatu mejilis pengajian, ditengah-tengah pengajian, dia sering berdiri. Lalu oleh teman-temannya ditanya mengapa berbuat demikian. Dia menjawab, sungguh putra guruku sedang bermain di jalan oleh karena itu jika aku melihatnya aku berdiri untuk menghormatinya.

Al Qadhi Fahruddin adalah seorang imam di daerah Marwa yang sangat dihormati oleh para pejabat negara. Beliau berkata,
"Aku mendapat kedudukan ini karena aku menghormati guruku, Abi Yazid Addabusi. Aku selalu melayani beliau, memasak makanannya, dan aku tak pernah ikut makan bersamanya."

Pada suatu hari Imam Halwani pergi dari Bukhara, bermukim di sebuah desa selama beberapa hari, karena ada satu masalah yang beliau hadapi. Kemudian semua muridnya menjenguk beliau, kecuali yang bernama Abu Bakar. Lalu ketika bertemu Abu Bakar beliau bertanya, "Mengapa kamu tidak menjengukku?" Dia menjawab, "Maaf guru, saya sibuk melayani ibuku." Lalu beliau berkata, "Semoga kamu diberi panjang umur, tapi kamu tidak akan diberi ketenangan dalam mengaji." Kenyataannya kata-kata guru tersebut betul-betul terjadi. Abu Bakar tinggal di desa sepanjang waktunya.

Oleh karena itu seorang santri tidak boleh menyakiti hari gurunya, karena belajar dan ilmunya tidak akan diberi berkah. Kata seorang penyair,
"Sungguh guru dan dokter keduanya tidak akan menasihati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu jika pada dokter. dan terimalah kebodohanmu bila kamu membangkang pada guru."

Dikisahkan bahwa khalifah Harun Ar-Rasyid mengirim putranya kepada ustad Ashmu'i supaya diajari ilmu dan akhlak yang terpuji. Kemudia pada suatu hari Harun ar-Rasyid melihat Ashmu'i sedang wudhu membasuh kakinya dengan air yang dituangkan oleh putra khalifah. Melihat hal itu, Harun Ar-Rasyid menegurnya, "Aku kirim anakku kepadamu supaya kamu ajari ilmu dan budi pekerti, lalu mengapa tidak kamu perintah dia untuk menuangkan air dengan tangan kiri supaya yang kanan bisa membasuh kakimu?"

Termasuk menghormati ilmu ialah menghormati kitab. Seorang santri dilarang memegang kitab kecuali dalam keadaan suci. Imam Syamsul A'immah Al Halwani berkata," Aku memperoleh ilmu ini karena aku menghormatinya. Aku tak pernah mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci." Imam Sarkhasi pernah sakit perut, namun beliau tetap mengulang-ulang belajarnya, dan berwudhu, sampai tujuh belas kali pada malam itu, karena beliau tidak mau belajar kecuali dalam keadaan suci. Ilmu itu adalah cahaya, dan wudhu juga cahaya. Sedangkan cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudhu.

Para penuntut ilmu dilarang meletakkan kitab di dekat kakinya ketika duduk bersila. Hendaknya kitab tafsir diletakkan di atas kitab-kitab lain, dan hendaknya tidak meletakkan sesuatu di atas kitab.

Guru kami, Burhanuddin bercerita bahwa ada seorang ahli fiqih meletakkan wadah tinta di atas kitab, lalu beliau berkata kepadanya, "Anda tidak akan memperoleh manfaat dari ilmumu."

Imam Qadhikhan berkata, "Jika perbuatan itu (meletakkan wadah tinta diatas kitab) tidak bermaksud meremehkan kitab tersebut, maka tidak apa-apa, tapi sebaiknya diletakkan di tempat lain."

Santri harus bagus dalam menulis kitabnya. Tulisannya harus jelas. Tidak terlalu kecil sehingga sulit dibaca.

Abu Hanifah pernah melihat muridnya yang tulisannya sangat kecil-kecil sehingga tidak jelas, lalu beliau menegurnya, "Jangan terlalu kecil dalam menulis, karena jika kamu sudah tua, pasti menyesal. Dan bila kamu mati, kamu akan dimaki orang yang melihat tulisanmu.

Yakni jika kamu sudah tua dan pandangan matamu sudah lemah, maka kamu akan menyesali perbuatanmu itu.

Seharusnya kitab itu dibentuk persegi empat, begitu yang biasa dikerjakan oleh Imam Abu Hanifah. Supaya mudah dibawa dan dibaca.

Seharusnya tidak memakai tinta merah dalam menulis kitab, karena hal itu kebiasaan pada filosuf, bukan kebiasaan ulama salaf. Bahkan guru kami ada yang tidak mau memakai kendaraan berwarna merah.

Termasuk menghormati ilmu adalah menghormati teman dan orang yang mengajar. Para santri harus saling mengasihi dan menyayangi apalagi kepada guru, supaya ilmunya berfaedah dan diberkati.

Hendaknya para penuntut ilmu mendengarkan ilmu dan hikmah dengan rasa hormat, sekalipun sudah pernah mendengarkan masalah tersebut seribu kali.

Ada yang berkata, 
"Siapa yang tidak menghormati atau memperhatikan satu masalah, walaupun ia pernah mendengarnya seribu kali, maka dia bukan termasuk ahli ilmu."

Seorang santri tidak patut memilih bidang ilmu sendiri, tapi harus menyerahkannya kepada guru. Karena guru lebih tahu mana ilmu yang cocok dengan watak atau kecenderungan muridnya.

Syaikh Burhanul Haqqi berkata, "Pada zaman dahulu para santri itu menyerahkan agar persoalan mengajinya kepda guru mereka, berhasil meraih cita-citanya."

Berbeda dengan sekarang para murid selalu memilih pengajiannya sendiri, akibatnya mereka tidak berhasil meraih ilmu yang dicita-citakan.

Dikisahkan bahwa Muhammad bin Ismail Al Bukhari, memulai mengaji dari bab salat di hadapan Muhammad bin Al Hasan. Lalu gurunya itu berkata, "Pergilah dan belajarlah ilmu Hadis." Gurunya berkata begitu karena gurunya tahu tabiat dan kecenderungan Imam Bukhari. Dan dia pun menuntut ilmu Hadis, dia menjadi pelopor seluruh imam ahli hadis.

Santri tidak patut duduk dekat gurunya ketik mengaji kecuali darurat. Tapi sepatutnya ada jarak antara santri dan guru, kira-kira sepanjang busur panah, hal ini semata-mata untuk menghormati guru.

Santri harus meninggalkan akhlak yang tercela, karena akhlak tercela itu ibarat anjing yang samar.

Rasulullah bersabda, "Malaikat tidak mau memasuki rumah yang ada gambar atau anjing." Padahal, manusia belajar itu melalui perantara malaikat.

Mengenai akhlak yang tercela ini bisa dilihat dalam kitab-kitab yang menerangkan akhlak, karena kitab ini tidak memuat hal itu. Jadi para santri harus menjauhi akhlak tercela, lebih-lebih sifat sombong. Seorang penyair berkata, "Ilmu adalah musuh orang yang congkak atau sombong, sebagaimana banjir menjadi musuh dataran tinggi."

Dikatakan:
"Kemuliaan itu datang bukan karena usaha, tapi karena karunia Allah. Banyak budak yang menempati tempat orang merdeka (mulia), dan banyak pula orang merdeka yang menempati kedudukan budak (hina)."

17 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Memilih Ilmu, Guru, Teman Belajar dan Tekun dalam Menimba Ilmu

Para santri harus memilih ilmu pengetahuan yang paling baik atau paling cocok dengan dirinya. Pertama-tama yang perlu dipelajari oleh seorang santri adalah ilmu yang paling baik dan yang diperlukannya dalam agama pada saat itu. Kemudian baru ilmu-ilmu yang diperlukannya pada masa yang akan datang.

Ilmu tauhid harus didahulukan, supaya santri mengetahui sifat-sifat Allah berdasarkan dalil yang otentik. Karena imannya orang yang taklid tanpa mengetahui dalilnya, sekalipun sah menurut pendapat kami, tetapi ia berdosa.

Para santri harus mempelajari ilmunya para salaf (baca: ilmu agama). Para ulama berkata, tetaplah kalian pada ilmunya para nabi, (ilmu agama), dan tinggalkanlah ilmu-ilmu yang baru. Tinggalkan ilmu debat yang muncul setelah meninggalnya para ulama. Sebab perdebatan akan menjauhkan seseorang dari ilmu fiqih, menyia-nyiakan umur, menimbulkan keresahan, dan permusuhan. Dan apabila umat Muhammad SAW. sudah suka berbantah-bantahan di antara mereka, itulah tanda akan datangnya hari kiamat. Tanda bahwa ilmu fiqih semakin menghilang. Demikian menurut hadis Nabi.

Adapun cara memilih guru atau kiai carilah yang alim, yang bersifat wara', dan yang lebih tua. Sebagaimana Abu Hanifah memilih kiai Hammad bin Abi Sulaiman, karena beliau (Hammad) mempunyai kriteria atau sifat-sifat tersebut. Maka Abu Hanifah mengaji ilmu kepadanya.

Abu Hanifah berkata,
"Beliau adalah seorang guru berakhlak mulia, penyantun, dan penyabar. Aku bertahan mengaji kepadanya hingga aku seperti sekarang itu."

Abu Hanifah berkata pula, Aku pernah mendengar seorang ahli hikmah dari negeri Samarkan berkata 
"Ada salah seorang penuntut ilmu bermusyawarah denganku ketika hendak pergi ke Bukhara untuk menuntut ilmu".

Demikianlah hendaknya setiap pelajar seharusnya bermusyawarah dengan orang alim ketika akan pergi menuntut ilmu atau dalam segala urusan. Karena Allah Ta'ala menyuruh Nabi Muhammad SAW. supaya bermusyawarah dalam segala urusan, padahal tiada seorang pun yang lebih pandai dari Beliau. Dalam segala urusan, beliau selalu bermusyawarah dengan para sahabat, bahkan dalam urusan rumah tangga pun, beliau selalu bermusyawarah dengan istrinya. Sayidina Ali ra. berkata, 
"Tak akan binasa orang yang mau berunding."

Dikatakan bahwa manusia itu ada tiga macam:
1. Orang yang benar-benar sempurna.
2. Orang yang setengah sempurna.
3. Orang yang tidak sempurna sama sekali.

Adapun orang yang benar-benar sempurna ialah orang yang pendapat-pendapatnya selalu benar dan mau bermusyawarah. Sedangkan orang yang setengah sempurna ialah orang yang pendapatnya benar, tapi tidak mau musyawarah. Dan orang yang tidak sempurna sama sekali, ialah orang yang pendapatnya salah dan tidak mau musyawarah. Imam Ja'far Shidik berkata kepada Sufyan Tsauri, 
"Musyawarahkan urusanmu kepada orang yang takut kepada Allah."

Mencari ilmu adalah perbuatan yang luhur, dan perkara yang sulit, maka bermusyawarah atau minta nasihat kepada orang alim penting, dan suatu keharusan.

Orang bijak (ahli hikmat dari negeri Samarkan) tersebut berkata,
"Jika kamu pergi mengaji ke negeri Bukhara, maka jangan tergesa-gesa memilih guru, tapi menetaplah selama dua bulan hingga kamu berpikir untuk memilih guru. Karena bila kamu langsung belajar kepada seorang alim, maka kadang-kadang cara mengajarnya kurang enak menurutmu, kemudian kamu tinggalkan dan pindah kepada orang lain, maka belajarmu tidak akan diberkati. Oleh karena itu, selama dua bulan itu kamu harus berpikir untuk memilh guru, supaya kamu tidak meninggalkan seorang guru, dan supaya betah bersamanya hingga selesai. Dengan demikian belajar dan ilmumu diberkati."

Ketahuilah, bahwa kesabaran dan ketabahan atau ketekunan adalah pokok dari segala urusan. Tapi jarang sekali orang mempunyai sifat-sifat tersebut, sebagaimana kata sebuah syair artinya,
"Setiap orang pasti mempunyai hasrat memperloeh kedudukan atau martabat yang mulia, namun jarang sekali orang yang mempunyai sifat sabar, tabah, tekun, dan ulet."

Ada yang berkata, bahwa keberanian adalah kesabaran menghadap kesulitan dan penderitaan. Oleh karena itu, seorang santri harus berani bertahan dan bersabar dalam mengahi kepada seorang guru dan dalam membaca sebuah kitab. Tidak meninggalkannya sebelum tamat atau selesai. Tidak pindah-pindah dari satu guru ke guru yang lain. Dari satu ilmu ke ilmu yang lain. Padahal ilmu yang dipelajari belum ia kuasai, juga tidak pindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain, supaya waktunya tidak terbuang sia-sia.

Seorang santri tidak boleh menuruti keinginan hawa nafsunya. Seperti kata sebuah syair,
"Sungguh hawa nafsu itu rendah nilainya, barangsiapa terkalahkan oleh hawa nafsunya berarti ia terkalahkan oleh kehinaan."

Seorang santri harus tabah menghadapi ujian dan cobaan. Sebab ada yang mengatakan bahwa gudang ilmu itu selalu diliputi dengan cobaan dan ujian. Ali bin Abi Thalib ra. berkata,
"Ketahuilah, kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan bekal enam perkara, yaitu: cerdas, semangat, bersabar, memiliki bekal, petunjuk atau bimbingan guru, dan waktu yang lama."

Seorang santri harus memilih atau berteman dengan orang yang tekun belajar, bersifat wara' dan berwatak Istiqamah. Dan orang yang suka memahami ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi. Dan ia harus menjauhi teman yang malas, banyak bicara, suka merusak dan suka memfitnah.

Seorang penyair berkata,
"Jangan bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa temannya. Karena orang itu biasanya mengikuti temannya. Kalau temanmu berbudi buruk, maka menjauhlah segera. Dan bila berlaku baik maka bertemanlah dengannya, tentu kau akan mendapat petunjuk."

Ada sebuah syair yang berbunyi:
"Jangan sekali-kali kamu bersahabat dengan pemalas dalam segala tingkah lakunya. Karena banyak orang yang baik menjadi rusak karena kerusakan temannya. Karena penularan orang bodoh kepada orang pintar sangat cepat, seperti bara api yang di letakkan di dalam abu, maka ia akan padam. (Begitu pula orang pintar, kalau ia bergaul dengan orang bodoh, lama-lama akan menjadi bodoh. Penjelasan syaarih)."

Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Setiap anak yang dilahirkan itu dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orangtuanyalah yang menyebabkan ia menjadi yahudi, nasrani, atau majusi."

Ada kata-kata hikmah berbahasa Parsi yang artinya,
Teman yang jahat itu lebih berbahaya dari ular berbisa. Karena teman yang jahat itu akan menjerumuskan Anda ke dalam neraka Jahim. Oleh karena itu, bertemanlah dengan orang-orang yang baik, karena ia dapat menyebabkan Anda masuk surga.

Seorang penyair berkata,
"Jika kamu belajar ilmu kepada orang yang berilmu, atau mencari saksi yang akan memberitahu apa-apa yang belum kamu ketahui, maka ambillah pelajaran dari bumi beserta nama-namanya, dan perhatikan orang yang akan kamu jadikan sahabat, dengan siapa ia bergaul."

16 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Niat Dalam Mencari Ilmu

Kemudian setiap pelajar harus menata niatnya ketika akan belajar. Karena niat adalah pokok dari segala amal ibadah. Nabi bersabda, "Semua amal itu tergantung pada niatnya." Hadis sahih.

Rasulullah SAW. bersabda, "Banyak perbuatan atau amal yang tampak dalam bentuk amalan keduniaan, tapi karena didasari niat yang baik (ikhlas) maka menjadi atau tergolong amal-amal akhirat. Sebaliknya banyak amalan yang sepertinya tergolong amal akhirat, kemudian menjadi amal dunia, karena didasari niat yang buruk (tidak ikhlas)."

Hal itu perlu direnungkan oleh para penuntut ilmu, supaya ilmu yang mereka cari dengan susah payah tidak sia-sia. Oleh karena itu dalam mencari ilmu jangan punya niat untuk mencari dunia yang hina dan fana itu. Seperti kata sebuah syair: "Dunia ini lebih sedikit dari yang sedikit, orang yang terpesona padanya adalah orang yang paling hina. Dunia dan isinya adalah sihir yang dapat memuliakan dan membutakan, Mereka kebingungan tanpa petunjuk."

Para ulama harus menjaga diri dari hal-hal yang dapat merendahkan martabatnya. Harus tawadhu'. Dan tidak tamak pada harta dunia.

Al-Ustadz Ruknul Islam, yang lebih populer dengan sebutan Al Adib mengalunkan gubahan syairnya:
Tawadhu' adalah salah satu tanda atau sifat orang yang bertakwa. Dengan bersifat tawadhu', orang yang takwa akan semakin tinggi martabatnya. Yang aneh adalah ujubnya orang yang tidak tahu keadaan dirinya apakah ia termasuk orang yang beruntung atau orang yang celaka. Atau bagaimana akhir umurnya, atau apa tempat kembalinya pada hari kiamat kelak, ke neraka atau ke surga. Sifat sombong itu merupakan sifat khusus Tuhan kita, maka hindari dan takutlah bersifat demikian.

Abu Hanifah berkata kepada, "Besarkan surban, dan lebarkan lengan baju kalian." Beliau berkata demikian agar ilmu dan orang yang berilmu tidak diremehkan.

Para pelajar seharusnya membaca kitab wasiat karangan Abu Hanifah yang dipersembahkan kepada Yusuf Khalid Assimty, ketika ia kembali kepada keluarganya. Kitab tersebut juga sangat perlu dibaca oleh para pengajar atau guru, dan para pemberi nasihat, begitu kata Syaikh Imam Ali bin Abi Bakar rahimahullah. 

14 April 2018

Ta'lim Muta'allim - Hakikat Ilmu, Fikih dan Keutamaannya

Rasulullah SAW. bersabda, "Menuntut ilmu itu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan."

Perlu diketahui bahwa, kewajiban menuntut ilmu bagi muslim laki-laki dan perempuan ini tidak untuk sembarang ilmu, tapi terbatas pada ilmu agama, dan ilmu yang menerangkan cara bertingkah laku atau bermuamalah dengan sesama manusia. Sehingga ada yang berkata, "Ilmu yang paling utama ialah ilmu Hal. Dan perbuatan yang paling mulia adalah menjaga perilaku." Yang dimaksud ilmu hal ialah ilmu agama Islam, salat misalnya.

Setiap orang Islam diwajibkan menuntut ilmu yang berkaitan dengan apa yang diperlukannya saat itu, kapan saja. Oleh karena setiap orang Islam mengetahui rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya salat, supaya dapat melaksanakan kewajiban salat dengan sempurna.

Setiap orang Islam wajib mempelajari atau mengetahui rukun maupun syarat amalan ibadah yang akan dikerjakannya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Karena sesuatu yang menjadi perantara untuk melakukan kewajiban, maka mempelajari wasilah atau perantara tersebut huumnya wajib. Ilmu agama adalah wasilah untuk mengerjakan kewajiban agama. Maka, mempelajari ilmu agama hukumnya wajib. Misalnya ilmu tentang puasa, zakat bila berharta, haji jika sudah mampu, dan ilmu tentang jual beli jika berdagang.

Muhammad bin Al Hasan pernah ditanya mengapa beliau tidak menyusun kitab tentang zuhud, beliau menjawab, "Aku telah mengarang sebuah kitab tentang jual beli." Maksud beliau adalah yang dikatakan zuhud ialah menjaga diri dari hal-hal yang syubhat (tidak jelas halal haramnya) dalam berdagang.

Setiap orang yang berkecimpung di dunia perdagangan, wajib mengetahui tata cara berdagang dalam Islam supaya dapat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan. Setiap orang Islam juga harus mengetahui ilmu-ilmu yang berkaitan dengan batin atau hati, misalnya tawakal, tobat, takut kepada Allah, dan ridha. Sebab, semua itu terjadi pada segala keadaan.

Todak ada seorang pun yang meragukan akan pentingnya ilmu pengetahuan, karena itu khusus dimiliki umat manusia. Adapun selain ilmu, itu bisa dimiliki manusia dan bisa juga dimiliki binatang. Dengan ilmu pengetahuan, Allah Ta'ala mengangkat derajat Nabi Adam AS. di atas para malaikat. Oleh karena itu, malaikat diperintah oleh Allah agar sujud kepada Nabi Adam AS.

Ilmu itu sangat penting karena ia sebagai perantara (saran) untuk bertakwa. Dengan takwa inilah manusia menerima kedudukan terhormat di sisi Allah, dan keuntungan abadi. Sebagaimana dikatakan Muhammad bin Al Hasan bin Abdullah dalam syairnya:

"Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna." Belajarlah ilmu agama, karena ia adalah ilmu yang paling unggul. Ilmu yang dapat membimbing menuju kebaikan dan takwa, ilmu paling lurus untuk dipelajari. Dialah ilmu yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yakni jalan petunjuk. Ia laksana benteng yang dapat menyelamatkan manusia dari segala keresahan. Oleh karena itu orang yang ahli ilmu agama dan bersifat wara' lebih berat bagi setan daripada menggoda seribu orang ahli ibadah tapi bodoh.

Setiap orang Islam juga wajib mengetahui atau mempelajari akhlak yang terpuji dan yang tercela, seperti watak murah hati, kikir, penakut, lancing, sombong, rendah hati, menjaga diri dari keburukan, israf (berlebihan), bakhil (terlalu hemat) dan sebagainya.

Karena sifat sombong, kikir, penakut, israf hukumnya haram. Dan tidak mungkin bisa terhindar dari sifat-sifat itu tanpa mengetahui kriteria sifat-sifat tersebut serta mengetahui cara menghilangkannya. Oleh karena itu setiap orang Islam wajib mengetahuinya.

Asy-Syahid Nasyiruddin telah menyusun kitab yang membahas tentang akhlak. Kitab tersebut sangat bermutu, dan perlu dibaca. Karena setiap orang Islam wajib memelihara akhlaknya.

Adapun mempelajari amalan agama yang dikerjakan pada saat-saat tertentu seperti salat jenazah dan lain-lain, itu hukumnya fardhu kifayah. Jika di suatu daerah sudah ada orang yang telah mempelajari ilmu tersebut, maka yang lain bebas dari kewajiban.

Tapi bila di satu derah tak ada seorang pun yang mempelajarinya, maka semua penduduk daerah itu berdosa. Oleh karena itu pemerintah wajib menyuruh rakyatnya supaya belajar ilmu yang hukumnya fardhu kifayah tersebut. Pemerintah berhak memaksa mereka untuk melaksanakannya.

Dikatakan bahwa mengetahui atau mempelajari amalan ibadah yang hukumnya fardhu 'ain itu ibarat makanan yang dibutuhkan setiap orang. Sedangkan mempelajari amalan yang hukumnya fardhu kifayah, itu ibarat obat, yang mana tidak dibutuhkan oleh setiap orang, dan penggunaannya pun sewaktu-waktu tertentu.

Sedangkan mempelajari ilmu nujum (ilmu nujum dalam arti ilmu astrologi, yakni ilmu perbintangan yang dihubungkan dengan nasib manusia) itu hukumnya haram, akrena ia diibaratkan penyakit yang sangat membahayakan. Dan mempelajari ilmu nujum itu hanyalah sia-sia belaka, karena ia tidak bisa menyelamatkan seseorang dari takdir Tuhan.

Oleh karena itu, setiap orang Islam seyogianya mengisi seluruh waktunya dengan berzikir kepada Allah, berdoa, memohon seraya merendahkan diri kepada-Nya, membaca Al-Quran, dan bersedekah supaya terhindar dari mara bahaya.

Boleh mempelajari ilmu nujum (ilmu falak, ilmu nujum dalam arti astronomi, yaitu ilmu oerbintangan yang digunakan untuk mengetahui arah posisi bintang, untuk kepentingan ilmu pengetahuan, ilmu astronomi boleh dipelajari, bahkan sangat dianjurkan) untuk mengetahui arah kiblat, dan waktu-waktu salat.

Boleh pula mempelajari ilmu kedokteran, karena ia merupakan usaha penyembuhan yang tidak ada hubungannya dengan sihir, jimat, tenung, dan sebagainya. Karena Nabi juga pernah berobat.

Imam Syafi'i Rahimahullah berkata, "Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu fiqih untuk mengetahui hukum agama, dan ilmu kedokteran untuk memelihara badan."

Ilmu tafsir ialah yang digunakan untuk menafsir atau menyingkap ayat-ayat Al-Qur'an dengan sempurna. Dengan ilmu tafsir seseorang mampu mengungkap atau mengetahui maksud ayat-ayat Al-Qur'an. Sedangkan ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum-hukum agama, secara rinci. Abu Hanifah berkata, "Ilmu fiqih adalah ilmu untuk mengetahui mana yang berguna bagi seseorang dan mana yang membahayakannya."

Beliau juga berkata, "Tidak ada ilmu kecuali untuk diamalkan, sedangkan mengamalkannya berarti meninggalkan dunia untuk meraih kebahagiaan di akhirat."

Oleh karena itu, setiap orang Islam hendaknya tidak melupakan hal-hal yang bermanfaat, dan yang membahayakan dirinya di dunia dan akhirat. Maka itu dia harus belajar ilmu yang bermanfaat, dan menauhi ilmu yang tidak berguna, agar akal dan ilmunya tidak membahayakan dirinya. Aku berlindung kepada Allah dari siksa dan murka-Nya.

Banyak ayat-ayat Al-Qur'an, dan hadis-hadis nabi yang sahih yang menerangkan keutamaan ilmu, namun tidak saya cantumkan seluruhnya, supaya kitab ini tidak terlalu tebal.

19 Maret 2018

Dian The Jenggot feat Nakami - Ayah Engkau di Mana




Dian The Jenggot feat Nakami - Ayah Engkau di Mana

Ayah engkau dimana?
Kenapa kau di rumah tapi kurasa tak ada
Ayah, engkau tahukah?
Ku rindukan saat-saat kita kumpul bersama

Ketika aku di rumah selepas dari bekerja
Sejenak menghirup udara dan pejamkan mata
Panggilan pun tidak ku hiraukan
Ku tolak dengan sgala alasan

Dan dengan lantang aku katakan
Bahwa aku sedang butuh ketenangan
Lalu ku masuki kamar milik buah hati yang kosong
Juga tak rapi berserakan sana sini

Sebuah buku kecil aku pandangi
Kupungut dan kubuka, kubaca dan kuresapi
Matakupun menyayu, bibirku pun mengelu
Hingga perlahan air mata menetes haru

Ku melihat coretan kecil buah hatiku
Dan tulisan polosnya tlah menggetarkan aku
Tangan dan sekujur badan pun mulai bergetar
Tangisku tak tertahan dan aku pun tersadar

Dia yang dulu kecil kini mulai membesar
Dan dengan polosnya dia mulai berujar


Ayah engkau dimana?
Kenapa kau di rumah tapi kurasa tak ada
Ayah, engkau tahukah?
Ku rindukan saat-saat kita kumpul bersama

Hati ini tak terima dan berontak sejadinya
Ingin marah tapi bingung marah pada siapa
Ku selami tiap kata yang tlah di tuliskannya
Semua murni dari curahan isi hatinya

Ku dalami dan ku maknai lagi
Barulah kusadari semua tentang diri ini
Yang selalu sibuk mengejar urusan duniawi
Dengan dasar mengatasnamakan anak dan istri

Malu aku malu, sungguh-sungguh malu
Jujur aku marah pada aku dan diriku
Kutukan kulontar pada diriku yang palsu
Yang egois dan tak pernah becus membagi waktu

Dan di kamar ini ku sebut ilahi
Ku mohon agar dosa-dosaku diampuni
Dan berikanku kesempatan tuk perbaiki
Agar tak lagi ada ujaran seperti ini


Ayah engkau dimana?
Kenapa kau di rumah tapi kurasa tak ada
Ayah, engkau tahukah?
Ku rindukan saat-saat kita kumpul bersama

Yang ku mau hanya satu ada kau ada untukku
Yang ku pinta satu saja kau selalu ada

Duhai Sang Maha Tinggi pemilik kehidupan ini
Jagalah diriku dan juga keluarga yang ku miliki
Padamu Ilahi mohon Kau ampuni
Mohon Kau lindungi

Limpahkan berkah dan karunia
Jauhkan kami, dari siksa neraka
Jadikan kami keluarga bahagia
Yang berkumpul bersama di dunia dan di surga

Ayah...
Ayah...
Ayah...
Ayah...
Ayah...

_________________________________________________________________________________

Tentang Saya

Foto saya
Memiliki nama asli Nur Halida, semoga Allah mengampuni dosanya. Dimulai dengan suka membaca didukung dengan kepribadian introvert, lebih mudah mengungkapkan apa yang dipikirkan lewat tulisan. "Suatu saat raga kan menghilang, tulisan yang kan jadi kenangan"

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.