26 September 2017

Bila Aku Menjadi Usahawan Muda

Sumber: bintang.com

Bekerja adalah suatu kewajiban bagi seorang laki-laki guna menafkahi keluarga sedang untuk seorang perempuan bekerja adalah boleh artinya tidak ada keharusan. Bagi perempuan yang sudah berkeluarga ingin berkerja maka mereka tidak boleh meninggalkan tugas utamanya yaitu seorang ibu yang mendidik anak dan menjaga kehormatan keluarga. Walau sekarang saya masih kuliah namun tidak dapat dipungkiri bahwa kelak saya akan menikah dan menjadi seorang ibu. Dan sebagai seorang kakak yang memiliki dua orang adik, maka wajar saja jika saya ingin membantu orangtua untuk membiayai sekolah adik. Atas dasar itulah saya yang seorang perempuan ingin menjadi usahawan muda.

Pendidikan semakin tinggi dan gencar untuk melahirkan lulusan-lulusan yang siap bekerja sedang pertumbuhan antara pencari dan pemberi pekerjaan tidak seimbang, ditambah MEA yang mulai diberlakukan membuat kita masyarakat Indonesia semakin terancam untuk mendapatkan pekerjaan. Maka kita sebagai kaum muda harus lebih kritis, inovatif dan siap menghadapi masalah-masalah yang terjadi.

Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah. Memberi lebih baik dari menerima. Maka saya ingin memberikan orang lain pekerjaan bukan meminta pekerjaan.


Halida Lee
_____________________________
Tulisan kira-kira satu tahun yang lalu guna melengkapi berkas seminar kewirausahaan yang dilaksanakan oleh JIMKA

14 September 2017

Andaikan 'Boleh'

Kadang aku ingin kembali menjadi seorang yang egois agar hati ini tenang. Bukan permasalahan yang pelik, hanya saja saat ia datang hati ini menjadi sangat lelah.

Menyukai seseorang adalah hal yang wajar dan naluriah. Bagiku sebagai manusia yang normal, tentu saja pernah merasakannya juga. Gugup saat bertemu, cemburu jika ada orang yang lain dekat dengannya, ingin selalu melihatnya dan yang pasti ingin memilikinya seutuhnya.

Menjadi pribadi yang diam dan jarang menceritakan masalah 'rasa suka kepada lawan jenis' sering membuatku berpikir apakah harus mempublish tulisan ini. Namun dengan bismillah, insya Allah ini menjadi sharing yang mungkin bisa membantu kalian yang memiliki masalah yang sama.

Pernahkah kalian menyukai seseorang dengan diam? Menurutku kalian pasti pernah mengalaminya. Dari diam yang gak ada seorang pun tahu, teman dekat saja yang tahu, atau diam-diam kasih kode. Yah namanya juga perempuan ya, pasti memilih menunggu si dia deketin sambil kasih-kasih kode daripada langsung bilang.

Let's start my story

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya aku mengalami hal ini. Aku selalu menyukai seseorang dalam diam. Hanya diriku dan Allah saja yang tahu. Tidak pernah menceritakan ke siapa-siapa, meski pernah itu pun saat sudah menjadi kenangan alias sudah tidak suka lagi. Alasannya sih simpel aja, karena 'aku tidak ingin pacaran'.

Kalau ditanya sejak kapan aku tidak ingin pacaran, jawabannya saat aku kelas 6 SD. Kecil banget ya? Yupz... Saat itu tuh aku mulai mendengar istilah 'pacaran', karena didorong rasa penasaran dan ditambah kegemaran membaca akhirnya nyari buku masalah pacaran. Ortu sendiri gak suka kalau aku membaca buku selain buku pelajaran, jadi membaca itu waktu di rumah kakak sepupu aku. Karena tuh kakak sepupu notabe nya memang gak pacaran jadilah isi bukunya itu tentang ruginya kalau punya pacar.

Aku sendiri waktu membaca banyak mengangguknya, disitu dijelaskan kalau pacaran biasanya aktivitasnya apa-apa aja. Kebanyakan sih jalan-jalan, beli kado, smsan, telponan dan pokoknya hal-hal yang membuat kanker (kantong kering). Yah langsung aja aku berpikiran, "ortu kasih uang jajan sedikit untuk makan eh malah dibelanjaain untuk orang lain, kan sayang uangnya, nanti aja lah kalau udah besar, udah bisa menghasilkan uang sendiri". Terus karena masa-masa UN aku bernadzar, kalau lulus aku bakalan gak bakalan pacaran selama satu tahun. Alhamdulillah aku lulus dengan nilai yang memuaskan. Setidaknya nilai untuk matpel yang aku sukai 'Matematika'.

Hari pertama masuk kelas 7 aku bertemu teman-teman baru dari SD yang berbeda. Yang satu SD cuma sedikit, hanya lima orang kalau tidak salah dan teman akrabku ada dikelas sebelah. Kelas 7 menjadi awal image baruku terbentuk, aku lupa image ku sewaktu SD seperti apa, yang ku ingat aku sedikit tomboi. Aku menjadi sosok yang jutek, pemarah dan pemukul. Mungkin satu-satunya perempuan 'jagoan' di kelas B, sedangkan dikelas A mereka punya jagoannya juga 'Dina'.

Aku seorang 'dewasa' yang masih suka bermain, main kejar-kejaran, pukul-pukulan, sepak bola, basket, panco. Bagiku teman yah teman, baik laki-laki atau perempuan. Namun perlahan tapi pasti rasa itu mulai datang menyapa 'rasa suka dengan laki-laki'. Alhamdulillah Allah menjaga ku dengan janji yang pernah ku buat, meski rasa datang menyapa dan bersambut semua ku tahan dengan janji itu. Janji yang melindungiku dari 'awal yang menjerumuskan'.

Janji itu mudah dibuat tapi sulit dipertahankan sampai akhir. Satu tahun, aku berulang kali menyukai orang yang sama dan mempertahankan janji itu. Satu tahun berakhir, janjiku telah terpenuhi namun ia menghilang tanpa kabar, tanpa ucap, tanpa perpisahan. Dan lagi Allah mejagaku dengan menghilangkan dia dari hidupku, mungkin ini jawaban dari doa yang pernah ku minta saat berusaha menjaga janji 'Ya Allah, jika ia jodohku maka dekatkan kami namun jika bukan jauhkan kami'.

Waktu berlalu begitu cepat hingga kelulusan SMP dan sebentar lagi masuk SMA. Lost contact, kadang aku dapat kabar dari temanku kalau dia sempat kembali ke kota ini, saat itu pula aku berharap bertemu dengannya. Selama ini aku hanya bertemu beberapa kali dengannya di alam mimpi, bisikan setan yang membuat hati merana.

Masa SMA aku punya cerita lain lagi, bisa dibilang mulai 'berani'. Namun intinya Allah kembali mejagaku dari ikatan fana itu. Alhamdulillah...

Andaikan aku tidak memikirkan perasaannya, aku akan melakukannya
Andaikan ini menjadi akhir, aku akan melakukannya
Andaikan aku sudah siap, aku akan melakukannya
Dan...
Andaikan 'boleh', aku akan melakukannya
Karena 'kemungkinan' dan 'ketidakpastian'
Diam dan do'a lah solusi terbaik yang bisa ku lakukan saat ini

Puisi tentang perasaan yang ada untuknya dan telah hilang dengan sendirinya, namun walau raga tak berkata hati seakan masih berharap dengannya. Tidak ada lagi rasa gugup, tidak ada lagi rasa cemburu, tidak ada lagi rasa ingin melihatnya, tidak ada lagi rasa ingin diperhatikan, tidak ada lagi rasa ingin dimengerti, hanya satu yang tertinggal yaitu rasa ingin jadikan ia pendamping hidup.

Dia yang hanya aku dan Allah yang tahu. Dia yang belum pernah ku minta kepada-Nya. Aku tidak akan meminta, aku hanya inginkan yang terbaik. Aku akan menerima yang terbaik meski bukan Dia orangnya. Begitu pula dia, bisa jadi akulah yang bukan terbaik untuknya.

Tidak ada ikatan yang diridhoi selain ikatan pernikahan dan pernikahan yang baik adalah pernikahan karena-Nya. Aku tidak bisa bermain-main dengan perasaan orang lain, aku tidak bisa terus-terusan berpikir tentang siapa jodohku, aku tidak bisa selalu galau saat menata masa depan dan selalu terlintas bayangannya,  aku tidak bisa membiarkan perasaan mengontrol hidupku, aku tidak bisa membiarkan setan dengan mudah mebisikkan kalimat-kalimat puitis, banyak hal yang harus dilakukan. Menjadi lebih baik, mempersiapkan dan menerima.

Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hambanya, hanya saja hamba sering lupa dan tidak menerima. Karena hamba meminta yang 'diinginkan' sedangkan Allah memberikan yang 'dibutuhkan'.

16 Agustus 2017

Jendela Dunia


Jika buku adalah jendela dunia
Maka mata adalah kuncinya
Dan informasi adalah petanya

Cara untuk mendapatkan peta?
Paling mudah dengan bertanya
Walau semua orang bisa saja memperolehnya
Namun tidak banyak yang membuka jendela
Terlihat dari hobi yang dilakukannya

Jika saja kita mencoba dan lebih berusaha
Maka tidak hanya dunia dan seisinya
Melainkan sampai ke akhiratnya

Sungguh tidak ada yang sia-sia
Meski itu hanya sebuah buku cerita
Tentang hakikat kehidupan, teladan sahabat, Nabi dan Rasul-Nya

Tinggalah nikmat yang tiada tara
Sebab ilmu yang selalu berguna
Tidak pernah ada habisnya

Hingga maut memisahkan kita
Selalu mengalir baik dan buruknya
Untuk diri sendiri dan ummat lainnya

Maka mulailah membaca
Dengan tujuan ilmu yang mulia
Insyaallah akan dipermudah-Nya
Oleh Allah Yang Maha Kuasa

1 Agustus 2017

Malam Rabu'an

Adakah perjalanan tanpa tujuan? Seperti hari ini, memenuhi janji yang sudah lama diucapkan. Bergegas menghubungi dia, satu jam telah berlalu masih tidak ada jawaban. Satu jam lewat 15 menit ku putuskan untuk langsung menelpon, Alhamdulillah aktif dan diangkat. Tidak menunggu waktu lama aku langsung menuju ke tempat ia berada. Sempat tersesat namun berhasil sampai tujuan.

Perjalanan kami dimulai dengan saling bertanya, "Kemana kita?" tanya ku. "Aku tidak tahu" jawabnya. Meski aku tidak tahu kemana kami akan berhenti bukan berarti kami tidak memiliki tujuan. Tujuan kami adalah tempat makan. Belok kanan.. kiri.. lurus.. kiri.. kanan... putar balik dan akhirnya kami makan di KFC. 

Nyatanya bukan karena kita tidak memiliki tujuan, namun karena tidak benar-benar direncanakan. Menjadikan jalan yang dilewati sangat panjang. Maka bersyukurlah jika perjalanan panjang ini masih sampai ke tempat tujuan, karena fakta membuktikan banyak orang yang tersesat dan melupakan jalan kembali.


Agustus, 2017

Lelah?

​Lelah itu pasti, semudah apapun pekerjaan yang kita lakukan saat ini jika dilakukan tanpa henti tentulah melelahkan. Lelah sering menjadi alasan bagi orang yang ingin berhenti melakukan sebuah pekerjaan. Menurut ku lelah hanya jadi kambing hitam. Faktor utamanya adalah bosan.

Kenapa bosan? Bosan bisa terjadi karena aktivitas yang kita lakukan tidak didasari dengan sebuah 'tujuan'. Bergerak hanya karena 'memang harus dilakukan, kalau tidak dilakukan aneh de el el'

Lelah secara fisik mudah disembuhkan dengan istirahat yang cukup. Lah kalo lelah secara mental? Susah tuh menyembuhkannya. Fisik dan mental itu saling berhubungan. Makanya ada dokter fisiologi dan ada dokter psikologi. Semuanya saling terikat.

Kita sebagai Muslim jiwa kita adalah akidah kita. Fisik kita? Ya olahraga lah...
Ayo jadi menjadi pribadi yang lebih baik
Jaga kesehatan jasmani dan rohani dengan mengikuti semua apa yang diperintahkan sesuai dengan Al Quran dan As Sunnah

#ProudBeMuslim

31 Juli 2017

Adab Menuntut Ilmu

Pernahkah kalian merasa sedih, kacau, bingung sampai ingin menangis saat mempelajari sesuatu? Mungkin ada yang mengatakan pernah dan mungkin ada juga yang mengatakan lebai. Sedikit berbagi pengalaman, hari ini adalah hari pertama pelajaran adab menuntut ilmu. Bagi kalian yang pernah ikut pengajian di masjid, mushola, atau pengajian ibu-ibu pasti pernah mendengar tetang pentingnya adab dalam menuntut ilmu.

Orang tua aku sendiri sering mengatakan anak jaman sekarang ‘tidak punya adab’ tidak seperti jaman dulu orang yang belajar pasti menjaga sekali dengan adab. Kadang kalau sudah diingatkan seperti ini didalam hati sangat kesal padahal apa yang dikatakan beliau gak salah. Maafkan anakmu ini Bapa.

Yang membuat ingin menangis itu karena ustadz nya membaca dengan cepat dan kitab yang digunakan full berbahasa arab. Masya Allah, cuma pernah belajar bahasa arab saat SMA dan juga gak begitu ngerti. Jadi saat ustadz menjelaskan itu dalam hati ngomong “ni ustadz baca yang mana?, kok gak dapat-dapat kalimat yang beliau baca, terus cepat banget.. apa yang harus ditulis ya?” tanya teman di samping, dia juga gak tahu. Tengok belakang barulah tahu kalimat mana yang dibaca. Dan akhirnya sama sekali gak fokus.

Namun hal yang paling di ingat adalah bahwa adab itu sangat penting di dalam menuntut ilmu. Seperti ulama-ulama zaman dulu yang belajar adab bertahun-tahun karena adab itu praktek yang harus dibiasakan, dan memang harus dipelajari bertahun-tahun agar melekat.

Setelah searching di google, Alhamdulillah dapat terjemahannya, aku ngambil di sini. Adab menuntut ilmu yang kami pelajari oleh Ustadz Fadlan Hidayat, menggunakan kitab Ta’lim Muta’allim karangan Syekh Az-Zarnuji. Beliau bermadzhab Hanafi. Yang terdiri dari 13 pasal, yaitu:
  1. Menerangkan hakekat ilmu, hukum mencari ilmu dan keutamaannya.
  2. Niat dalam mencari ilmu.
  3. Cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan.
  4. Cara menghormati ilmu dan guru.
  5. Kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-cita yang luhur.
  6. Ukuran dan urutannya.
  7. Tawakal.
  8. Waktu belajar ilmu.
  9. Saling mengasihi dan saling menasehati.
  10. Mencari tambahan ilmu pengetahuan.
  11. Bersikap wara’ ketika menuntut ilmu.
  12. Hal-hal yang dapat menguatkan hapalan dan yang melemahkannya.
  13. Hal-hal yang mempermudah datangnya rizki, hal-hal yang dapat memperpanjang dan mengurangi umur.

Semoga bermanfaat ^^

19 Juli 2017

Cerita Eneng

“Berat ya?”
“Ya iya lah berat neng, tong sebesar ini juga”
“Yah maaf atuh pa, kan emang tugas bapak. Mau dibantu pak?”
“Emangnya eneng mah bisa bantu apa?”
“Bantu doa aja pa, biar bapak semangat kerjanya”
“Wah kalau gitu mah sekalian doain juga biar bapa semangat kejar cinta eneng”
“Yah bapak, cinta eneng mah udah ada yang punya”
“Saha atuh?”
“Tuh akang yang dari tadi melototin bapak”
“Astagfirullah, maaf atuh kang. Bapak cuma becanda”

“Lain kali jangan gitu lagi neng, akang gak suka”
“kan Cuma becanda atuh kang, serius wae”
“tetap gak boleh neng, itu mah namanya memancing”
“mancing ikan?”
“eneng?”
“iya maaf akang sayang, makasih sudah di ingetin. Nanti tegur lagi ya enengnya”
“No comment deh akang, ayo cepat pulang”

Aku yang masih kekanakan dan dia yang dewasa menjadi pelengkap dalam hidupku. Aku bawel dia diam, aku marah dia diam, giliran aku diam malah dia yang bawel. Hal yang menyenang kan dan aku sangat beruntung memiliki teman hidup seperti dirinya. Walau terlihat manis bukan pula kami tidak pernah bertengkar, kami sering mengalami perbedaan pendapat. Ego yang sama-sama tinggi kadang diakhiri dengan aksi saling diam. Tidur pun beda kamar. Bukannya apa-apa, kami hanya perlu memikirkan hal apa yang membuat kami marah dan merenungkannya.

Kami tidak saling mengenal maka bagiku wajar saja bila hal semacam itu terjadi, perlu proses pikirku. Saat dia meminta maaf duluan saat itu pula amarah berganti sayang. Dia yang selalu membolak-balikkan hati ku. Dia.. Akang.. suami ku tercinta.

-Selesai-

18 Juli 2017

Rasa yang Terbiasa

Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta kepadaku...
Beri sedikit waktu biar cinta datang karena telah terbiasa.. 

Lirik lagu yang mengungkapkan bahwa kita tuh sebenarnya bisa suka sama orang lain karena faktor biasa. Yupzz... Karena terbiasa melihatnya setiap hari, biasa bawel, biasa ngomong, dan biasa minta bantuan tanpa sadar membuat kita menyukainya.

Kata orang cinta itu nggak bisa dipaksa tapi menurut ku itu hanya karena ego saja. Banyak kok pasangan suami istri yang menikah bukan berlandaskan rasa suka yang menggebu, mereka hanya sekedar tahu dan kata 'baik', 'mapan (bekerja)' menjadi kuncinya.

Pada akhirnya mereka memiliki anak dan rukun sampai sekarang. Sebagai kisah nyatanya, ada nih kisah kakak sepupu dari ayah. Debut saja Mbak Eni. Nah Mbak Eni sedang liburan ke kampung ku entah hanya sekedar liburan atau pergi karena takut dijodohkan sama orangtuanya. Setelah satu bulan di tempatku, Mbak Eni ditelpon sama ayahnya dan disuruh pulang katanya sih karena ada kerjaan yang cocok buat Mbak Eni. Dan ia memutuskan balik ke rumah.

Tak lama kemudian Bapak bilang kalau Mbak Eni mau nikah, yang ku dengar kalau si Mbak di nikahkan sama anak kenalan orangtuanya. Awalnya si Mbak Eni ogah dan bilang nggak mau tapi karena nggak mau membantah orangtua akhirnya ia mau.

Beberapa bulan telah berlalu, ternyata Mbak Eni Hamil... What? Hamil? Katanya nggak suka kok bisa hamil? Itulah kehidupan... Menyukai orang lain itu tidak sesulit yang dibayangkan. Ikatan suci membuat mereka harus hidup bersama walau tidak saling mengenal.

Ikatan suci yaitu pernikahan membuat dua orang insan saling mempercayai karena yakin ikatan itu tidak akan pernah putus.  Dan dengan berjalannya waktu mereka akan saling menjaga, menyayangi, dan tidak bisa dipisahkan dan terlebih lagi proses saling mengenal yang dilindungi ikatan pernikahan tidak akan menyakiti kedua insan tersebut...

Cerpen - Awan

Sama seperti hari-hari kemarin, ia duduk di pondok pelakang rumah. Sebuah pondok ditepi pantai tempat nelayan mengumpulkan ikan yang didapat saat pagi hari. Pandangannya lurus kedepan, kosong tanpa harapan ditemani nyanyian ombak, tiupan angin dan matahari yang memancarkan kebahagiaan.

Sebulan telah berlalu sebentar lagi ia akan kembali ke tempatnya. Pernah suatu kali ku ajak ia naik perahu, seperti biasa ia menanggapi dengan anggukan. Hanya “iya”, “tidak” atau jawaban seperlunya yang ia keluarkan, itu sebabnya orang-orang mengenalnya seorang yang pendiam. Cukup lama ku mengenalnya, ia seseorang yang ceria setidaknya saat ia bersama teman-temannya.

Dia bukan orang yang populer itulah anggapannya. Namun ku yakin hampir satu kampus mengenalnya, setidaknya wajahnya. Aku selalu memperhatikannya, aku hanya suka melihatnya. Semakin lama ku memperhatikannya membuatku tersadar bahwa sikapnya selalu berubah-ubah. Hampir semua sifat ia punya, namun yang paling dominan adalah ketidakpeduliannya terhadap dirinya sendiri.

Ku tahu sekarang ia punya masalah, masalahnya satu yaitu ia tidak bisa kembali tepatnya tidak berusaha untuk kembali ke dirinya yang dulu. Ia sekarang lebih pendiam. Ia senang bernyanyi, mendengangkan musik, nonton drama dan banyak mengahabiskan waktu untuk hal-hal seperti itu. Aku tahu ia adalah seseorang yang suka tantangan, semakin sulit maka ia semakin tertantang. Suka semua jenis olahraga, pelajaran metematika adalah favoritnya.

Dan permasalahan terbesarnya adalah ia sekarang tidak memiliki hal yang dianggapnya menarik untuk dilakukan. Aku berpikir kenapa ia tidak mencoba mengeluarkan semua unek-unek yang ada dikepalanya lewat tulisan. Ah aku hampir lupa kalau ia sedikit perfect atau tidak percaya diri? Setidaknya saat ini ada dua orang yang benar-benar mendukungnya untuk menulis. Dan keduanya adalah gurunya.

Aku jadi teringat kalau ia memiliki sedikit perbedaan dalam menyukai orang, jika kita sering menyukai orang yang tidak pemarah maka ia tidak. Ia lebih suka guru killer, karena ia akan merasa tertantang untuk membuat guru tersebut menyukainya setidaknya mengenalnya. Namun ia sangat tidak suka dengan orang yang mengatakan kata-kata kasar.

Terakhir kali kami bertemu, ia berkata “Jika waktu bisa dikembalikan maka aku ingin kembali saat aku baru masuk SMA, namun aku hanya seorang egois yang merasa bosan dengan saat ini. Karena jika aku kembali ke masa yang aku inginkan maka orang lain mungkin akan kembali ke masa terpuruknya. Dan akhirnya ku mengerti sebuah papan yang tertancap paku walau akhirnya paku dilepas papan tidak akan kembali seperti semula. Yang bisa dilakukan adalah mengganti papannya. Namun kehidupan tidak bisa diganti karena hanya ada sekali yaitu saat ini dan itu adalah kehidupanku.”

“Kebosanan adalah dampak dari otak yang enggan berpikir yang disebabkan oleh kemalasan. Rasa bosan yang dialami dalam waktu panjang akan membuat tubuh diam dan akhirnya beku serta sulit bergerak. Sedikit demi sedikit penyakit bermunculan dan akhirnya kematianpun menjemput. Yang kita yakini kematian adalah takdir namun cara kita mati, kita sendiri yang menentukan”, lanjutnya lagi.

Ia memang tidak terduga. Sama seperti saat ini, melambaikan tangan tanda ia ingin aku mendatanginya. Ku langkahkan kaki mengabaikan sengatan pasir yang panas, terus melihatnya yang menungguku sambil tersenyum.

“Ada apa?” tanyaku setiap kali kami bertemu.

“Hanya menyapa” tawanya.

“Kau tak bosan kah? Setiap kali ku lihat kau hanya memandangi hal yang sama” ceplosku.

“Dan kau pun tak pernah bosan melihatku Wan” ejeknya. “Kau tahu awan selalu bergerak tanpa lelah, berkumpul dan menggabungkan bebannya. Jika bebannya terlalu berat dengan mudah ia melepasnya. Andaikan aku jadi awan pasti enak ya”

“Jika kau jadi awan aku akan jadi langit yang melindungimu Na”

“Jika kau jadi langit, kita tidak bisa menyatu. Jadi bagaimana caraku untuk melepaskan beban ini?”

“Kau selalu saja bercanda Na” sesalku.

“Tameng yang bagus untuk menahannya Wan, kisahku tidak seperti drama yang bisa menunggu. Kau tahu itu tapi tidak melakukan apa-apa” ucapnya datar. Sejenak kami sama-sama diam.

“Maaf” ucapku kemudian, satu kata yang tidak berdampak apa-apa.

“Kau tak punya salah, kenapa meminta maaf. Besok aku akan pulang, cukup sampai disini dan kau bisa berhenti melihatku Wan. Kita cukup dewasa untuk mengerti itu sebabnya aku selalu menahan diri dan mengabaikanmu. Selamat tinggal Nawan” ia langsung pulang setelah mengatakannya tanpa melihatku. Pikiranku berkecamuk, inginkan ia tetap disini namun tidak berani menggenggamnya sampai akhir.

Aku terlambat satu hari. Kenyataan yang membuatku menikmati hidangan ini dengan penyesalan. Ku lihat Reyhan yang sangat bahagia dihari pernikahannya, begitupun dengan Hana pikirku. Hijab yang membatasi perempuan dan laki-laki membuatku tidak bisa melihatnya. Reyhan sahabat terbaik dan terhebat yang ku miliki, ialah yang tidak pernah lelah mendengarkan dan menasihatiku. Aku tidak pernah tahu bahwa kami menyukai orang yang sama karena aku tidak pernah menyebut nama Hana, begitupun sebaliknya. Kau orang yang beruntung Rey benakku.

-Selesai-

Epilog

“Kau tahu awan selalu bergerak tanpa lelah, berkumpul dan menggabungkan bebannya. Jika bebannya terlalu berat dengan mudah ia melepasnya. Andaikan aku jadi awan pasti enak ya”

“Jika kau jadi awan aku akan jadi langit yang melindungimu Na”

Kau ingin menjadi awan karenaku, tapi aku memilih menjadi langit karena keraguanku.


Penulis: Halida Lee

27 Mei 2017

Menjadi Panitia Tahfidz Amin Khotab

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah nggak terasa sekarang bulan ramadan ke tiga di Banjarmasin. Hampir tiga tahun jauh dari orangtua, kalau awal misah sering banget sedihnya kalau sekarang masih sedih juga sih.

Hari ini tepatnya tanggal satu ramadan bertepatan dengan hari pertama program Tahfiz Amin Khotab. Diawali dengan acara pembukaan di masjid, pelepasan anak-anak, buka puasa, sholat magrib isya dan tarawih berjamaah, perkenalan dan tidur.

Aku nggak ikut dari pagi, jam 19.00 WITA baru ke tempat karantina. Ku dapati banyak anak dan para Ustadzah yang juga baru di kenal. Pengalaman yang sangat bagus menurutku. Bagaimana tidak? Aku yang sulit berinteraksi dengan orang lain dengan keadaan saat ini membuatku mau tidak mau harus menyapa, bertanya dan melebur. Aku tidak mungkin berdiam diri saja kan?

Berinteraksi dengan yang sebaya saja sulit apalagi dengan anak-anak. Hari pertama tanpa persiapan, memandu tanpa arah, hening ahh aku gagap. Aku membutuhkan arahan. Sepertinya besok harus telpon kakak di rumah belajar bagaimana membangun suasa anak-anak.
Sudah hampur pukul satu dini hari dan aku belum tidur, ini menyulitkan karena sulit untuk tidur di tempat asing dengan banyak orang. Dan Alhamdulillah ini program selama dua puluh satu hari, artinya kalau aku tidak memaksakan untuk tidur maka besok dan seterusnya jadwalku bakal berantakan semua.

Oh ya waktu mau tidur banyak anak-anak yang menangis, inilah saat terberat bagi anak yang harus misah dengan orangtua. Nggak ada kegiatan otomatis kepikiran orangtua. Yang kuat dan sabar ya sayang, cuma bentar aja kok insyaAllah nanti ketemu lagi. Saat gini rasanya pengen ku peluk semua anak-anak yang nangis sambil bilang "Di sini ada kakak yang nemenin, jadi udahan nangisnya ya."

2 Mei 2017

Bahaya Maksiat dan Berkah Tobat

Kisah seorang Bani Israil yang bermaksiat kepada Allah selama empat puluh tahun, tanpa pernah bertobat sekali pun. Ketika itu, Bani Israil dilanda bencana kekeringan yang luar biasa. Selama satu tahun tidak turun hujan. Berbagai jenis penyakit mulai menyerang, tanah pertanian mengering, suangai dan lautan menguap. Mereka bertanya, “Musa, berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan.”

Nabi Musa mengumpulkan semua penduduk dan mengajak mereka berdoa bersama, “Wahai Tuhan penguasa hujan, turunkanlah hujan.” Namun, hujan tidak juga turun. Mereka berdoa kembali “Wahai Tuhan penguasa hujan, turunkanlah hujan.” Musa kemudian berkata, “Ya Allah, biasanya Engkau selalu mengabulkan permohonan kami, mengapa kali ini hujan tidak kunjung turun?”

“Musa, hujan tidak akan turun karena di antara kalian ada orang yang bermaksiat kepada-Ku selama empat puluh tahun. Karena keburukan maksiatnya, Aku mengharamkan hujan dari langit untuk kalian semua,” jawab Allah melalui wahyu.

Musa bertanya, “Ya Allah, apa yang harus kulakukan?”

“Keluarkanlah orang itu dari kalian!”

Renungkan bagaimana Allah murka terhadap orang yang bermaksiat. Musa langsung berdiri di hadapan kaumnya dan berkata, “Saudara-saudaraku Bani Israil, aku bersumpah bahwa di antara kita ada yang bermaksiat kepada Allah selama empat puluh tahun. Akibat perbuatannya itu, Allah tidak menurunkan hujan untuk kita. Hujan tidak akan turun hingga orang itu pergi. Maka, usir orang itu dari sini!”

Orang yang durjana itu pun sadar. Ia menyapu sekelilingnya dan berharap ada orang lain yang melangkah pergi. Namun, tak seorang pun yang beranjak dari tempatnya. Dia kemudian berdoa, “Ya Allah, aku bermaksiat kepada-Mu selama empat puluh tahun. Aku mohon tutupi aibku itu, kalau sekarang aku pergi, aku pasti dilecehkan dan dipermalukan. Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku lagi. Terimalah tobarku dan tutupi aibku ini.”

Nabi Musa terkejut karena hujan mendadak turun. “Ya Allah, hujan turun padahal tak seorang pun dari kami yang pergi.”

“Musa, hujan turun karena Aku gembira hamba-Ku yang bermaksiat kepada-Ku selama empat puluh tahun itu telah bertobat.”

“Tuhan, tunjukkan padaku orangnya agar aku bisa menyampaikan berita baik ini.”

“Musa, ia bermaksiat kepada-Ku selama empat puluh tahun dan semuanya Kurahasiakan. Mungkinkah setelah sekrang ia bertobat, Aku akan mempermalukannya?”


Begitulah TuhanYang Maha Dermawan. Dia mengampuni semua dosa dan kesalahan, jadi, sungguh sangat memalukan jika selama bertahun-tahun masih menjauhi-Nya.

Sumber : Buku 

29 April 2017

Suara itu... Memang Benar Kamu


Siapa sangka setelah menghilang dengan kabar yang membuatku sedikit terkejut, kami bertemu tanpa sengaja di tempat ini. Teman sekelas dengan senyuman khas dan suaranya yang lembut. Alasan minjam pulpen, menghapus, minta ajari pelajaran bahkan iseng tidak mengembalikan barang yang dipinjamnya membuatku hampir setiap hari harus berinteraksi dengannya.

Dia lumayan pupuler di antara gadis-gadis dikelas. Mungkin karena mereka berasal dari sekolah yang sama. Aku? Bisa dihitung dengan jari, hampir tiga per empat penghuni kelas berasal dari sekolah lain. Dia ketua kelas, masih teringat saat pemilihan ketua kelas teman-teman memilihnya dan tidak ada alasan bagiku untuk tidak ikut mendukung.

Masa itu mungkin masa yang paling ku rindukan. Siapa sangka sosok pendiam yang selama ini ku jaga berubah menjadi sosok yang tegas dan pemarah. Hampir setiap anak laki-laki yang berulah dikelas kena omelan atau pukulanku. Aku tidak memiliki rasa iba pada mereka.

Dari awal aku sudah berniat untuk jutek, terlalu malas untuk terlibat diantara mereka yang tidak ku kenal. Bahkan dengan teman yang aku kenal, aku merasa seperti dimanfaatkan. Tugas kelompok adalah hal yang paling tidak ku suka. Mereka hanya berkumpul, pura-pura tidak bisa dan melimpahkan semuanya padaku. Ah.. aku hanya mengeluh dalam hati. Walau aku tidak tahu apakah yang sebenarnya mereka pikirkan namun aku menilainya demikian.

Kembali lagi ke ketua kelas. Dia lebih berisi dari terakhir kali ku lihat. Aku yang menegurnya terlebih dahulu. Hal yang jarang terjadi dan alasannya hanya satu karena aku penasaran. Aku melihatnya terasa tidak asing, ingin ku lihat lebih lama tapi tidak mungkin ku lakukan. Pandangan kami sempat bertemu namun ku langsung membuang muka. Ia lama melihatku, mungkin karena merasakan hal yang sama. Didetik-detik akhir pertemuan, aku akhirnya memutuskan bertanya.

"Nama kamu ...?" tanyaku.
"Iya, namaku ..., kamu ...?" jawabnya

Hanya anggukan dan aku langsung pergi meninggalkannya. Dalam perjalanan banyak hal yang berkecamuk di kepala ku. Semua kenangan tentangnnya kembali terlihat jelas. Dan fakta yang tak pernah ku sadari akhirnya terungkap.

Sekarang aku berangan, jika dulu ia tidak pergi akankah nasibnya seperti ini? Bagaimana jika dulu ia tidak tergoda dan tetap disampingku walau hanya sebatas teman? Akankah ia bersinar? Saat ku dengar lagi ternyata suara itu tetap sama, lembut dan penuh kehangatan.

Berjuanglah teman, kelak jika kita bertemu lagi. Ku harap ada perubahan besar darimu. Maaf aku tidak bisa lagi menjadi teman seperti dulu.

Babi yang lucu atau kucing buruk rupa?

"Bi tahu nya di bungkus ya, sekalian pencok nya juga"
"Iya neng"
Sambil menunggu pesanan mataku menuju jambu agung merah di atas meja. Ku ambil dan ku potong dengan perlahan sambil membersihkan dari semut-semut nakal. Dengan cacapan uyah sederhana namun berhasil mengingatkan ku akan masa lalu. Pohon jambu agung di depan rumah menjadi pohon kesayang, saat berbuah menjelma menjadi tempat nongkrong paling nyaman. Dengan buku ditangan kiri, jambu ditangan kanan dan angin lembut yang menemani.
Masih menunggu pesanan pencok yang belum kunjung selesai samar-samar ku dengar seorang ibu berbicara kepada temanya tentang kekecewaan atas menangnya calon B dalam Pilkada Ibukota. Ibu tersebut mendukung calon A karena bagus dalam memimpin dan terbukti. Ibu tersebut pun mengakhiri dengan pernyataan bahwa yang saat ini senang akan kemenangan calon B nanti juga akan kecewa.
Kurang lebih seperti itulah hal yang ku dengar, aku tidak bermaksud untuk menguping atau bagaimana tapi yang aku pahami tentang hal tersebut adalah pertama haram hukumnya bagi seorang muslim untuk memilih pemimpin kafir. Dan itu hal mutlak yang tidak dapat digangu gugat karena Allah lah yang mengatakannya yang tidak ada sedikitpun keraguan tentang-Nya.
Kedua jika kelak pemipin yang terpilih sekarang ternyata juga bukan pemimpin yang seperti diharapkan, maka bagiku itu hal yang wajar. Kenapa aku bilang seperti itu? Karena aturan-aturan dan orang-orang yang ada disekitar pemimpin saat ini mempunyai kepentingan masing-masing dan mungkin saja yang menjadi pemimpin pun juga memiliki kepentingan sendiri. Yang sejatinya tugas pemimpin adalah untuk mengayomi, melindungi dan melayani rakyat menjadi tergeser untuk 'balas budi' kepada mereka-mereka yang telah menjadikannya seorang pemimpin. Dan bisa jadi apa-apa yang dikampanyekan, yang terdengar seperti untuk kemakmuran rakyat ternyata adalah untuk kepentingan orang-orang tertentu. Maka wajar jika saat direalisasikan ternyata tidak sesuai harapan rakyat.
Maka dari itu memilih pemimpin muslim tidak cukup untuk memperbaiki keadaan masyarakat saat ini. Kita dibuat seolah tidak punya pilihan, pemimpin nonis yang baik atau muslim yang buruk. Artinya siapapun yang kita pilih pada akhirnya akan menyengsarakan masyarakat karena bukan dibuat dan dirancang untuk kepentingan semua orang.
Aku katakan muslim yang buruk hasil kesimpulan dari keadaan saat ini. Seperti dialog sebuah drama "Aku memilih keadilan tanpa kekuasaan bukan kekuasaan tanpa keadilan". Dimana saat orang-orang adil masuk ke ranah kekuasaan (hukum, politik) yang tidak berlandaskan kebenaran (islam) maka ia akan terjerumus dan berubah menjadi penguasa tanpa keadilan.
Mereka akan ditekan mulai dari kemiskinan, fitnah hingga nyawa. Saat kita lupa bahwa tujuan hidup hanya untuk Allah maka dengan mudah akidah tergadaikan. Jika orang miskin menggadaikan akidah untuk sesuap nasi, maka penguasa demi uang, nama dan jabatan.

Se-lucu-nya babi ia pasti HARAM
Se-buruk-nya kucing ia pasti HALAL
Pilih yang mana? Babi yang lucu atau kucing buruk rupa? Lebih baik kucing lucu kan :D

Tentang Saya

Foto saya
Memiliki nama asli Nur Halida, semoga Allah mengampuni dosanya. Dimulai dengan suka membaca didukung dengan kepribadian introvert, lebih mudah mengungkapkan apa yang dipikirkan lewat tulisan. "Suatu saat raga kan menghilang, tulisan yang kan jadi kenangan"

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.